Pengertian Lian

Sudut Hukum | Pengertian Lian

1. Menurut Bahasa


Kata li’an (لِعَان) adalah bentuk masdar dari fi’il madhi : laa’ana (لاَعَنَ).

Akar katanya berasal dari al-la’nu (اللَّعْنُ) yang maknanya tergantung pelakunya. Kalau pelakunya Allah SWT, maka maknanya adalahath-thardu (الطَّرْدُ) yaitu penolakan, dan al-ib’ad (الإِبْعَاد) yaitu penjauhan. Sedang apabila pelakunya manusia, maknanya adalah as-sabbu (السَبّ) yaitu memaki atau mencaci.

Dalam terjemahan bahasa Indonesia umumya, kata laknat ini tidak ada padanannya, sehingga lebih sering ditulis apa adanya, yaitu laknat. Demikian juga istilah li’an, kita tidak menemukan padanan kata yang tepat dalam bahasa kita, sehingga kebanyakan para ulama menyebutnya sesuai dengan istilah dalam bahasa arabnya, yaitu li’an.

Sedangkan makna mula’anah (ملاعنة) adalah suami yang menuduh istrinya telah berzina dengan laki-laki lain.

2. Menurut Istilah


Adapun terkait dengan definisi dan batasan makna li’an dalam ruang lingkup ilmu fiqih, para ulama datang dengan redaksi yang berbeda-beda.

Setidaknya kita punya tiga redaksi yang berbeda dari masing-masing mazhab ulama fiqih, yaitu :

a. Mazhab Al-Hanafiah dan Al-Hanabilah


Mazhab Al-Hanafiah dan Al-Hanabilah punya definisi yang serupa tentang li’an, yaitu :


شَهَادَاتٌ تَجْرِي بَيْنَ الزَّوْجَيْنِ مُؤَكَّدَةٌ بِالأَْيْمَانِ مَقْرُونَةٌ بِاللَّعْنِ مِنْ جَانِبِ الزَّوْجِ وَبِالْغَضَبِ مِنْ جَانِبِ الزَّوْجَةِ

Kesaksian yang terjadi di antara suami dan istri yang dikuatkan dengan sumpah dan disertai laknat dari pihak suami dan marah dari pihak istri.


b. Mazhab Al-Malikiyah


Sedangkan mazhab Al-Malikiyah mendefinisikan pengertian li’an sebagai berikut:


حَلِفُ زَوْجٍ مُسْلِمٍ مُكَلَّفٍ عَلَى زِنَا زَوْجَتِهِ أَوْ عَلَى نَفْيِ حَمْلِهَا مِنْهُ وَحَلِفُهَا عَلَى تَكْذِيبِهِ أَرْبَعًا مِنْ كُلٍّ مِنْهُمَا بِصِيغَةِ أُشْهِدُ اللَّهَ بِحُكْمِ حَاكِمٍ

Sumpah yang dilakukan oleh seorang suami yang beragama Islam dan sudah mukallaf (aqil baligh), atas perbuatan zina yang dituduhkan kepada istrinya, atau atas pengingkaran atas anak yang dikandungnya, dimana suaminya bersumpah empat kali bahwa istrinya telah berdusta, yang tiap shighatnya berisi : “Aku bersaksi kepada Allah dengan hukum hakim . . “.


Dari definisi ini, kita bisa merinci bahwa mazhab ini menekankan beberapa, antara lain:

  1. Status suami yang harus muslim, aqil dan baligh.
  2. Yang dituduhkan bisa berupa zina yang dilakukan istrinya
  3. Dan bisa juga berupa tuduhan zina secara tidak langsung, yaitu berupa penolakan atas bayi yang dikandung istrinya.
  4. Ada penekanan penggunaan lafadz sumpah sebanyak empat kali dengan sighat tertentu.


c. Mazhab Asy-Syafi’iyah


Sedangkan definisi dari mazhab Asy-Syafi’iyah adalah :


كَلِمَاتٌ مَعْلُومَةٌ جُعِلَتْ حُجَّةً لِلْمُضْطَرِّ إِلَى قَذْفِ مَنْ لَطَّخَ فِرَاشَهُ وَأَلْحَقَ الْعَارَ بِهِ أَوْ إِلَى نَفْيِ وَلَدٍ

Kata-kata tertentu yang dijadikan argumentasi untuk menekankan tuduhan atas orang yang menodai ranjangnya, dengan disertakan ancaman atasnya, atau atas penolakannya atas sahnya anak.


Definisi dari mazhab Asy-Syafi’iyah ini tidak menentukan pilihan kata atau kalimat yang digunakan. Namun memuat dua kemungkinan tuduhan, yaitu zina yang dilakukan istrinya, atau penolakan atas sahnya anak yang dikandung istrinya dari benihnya.