Pelaku Tindak Pidana

Sudut Hukum | Pelaku Tindak Pidana
Pelaku tindak pidana menurut doktrin adalah barang siapa yang melaksanakan semua unsur-unsur tindak pidana sebagai mana unsur-unsur tersebut dirumuskan di dalam undang-undang menurut KUHP. Seperti yang terdapat dalam pasal 55 ayat (1) KUHP yang berbunyi :

(1) di pidana sebagai pelaku tindak pidana :
1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

Sebagaimana di atur dalam pasal 55 KUHP (1) di atas, bahwa pelaku tindak pidana itu dapat di bagi dalam 4 (empat) golongan yaitu :

1. Orang yang melakukan sendiri tindak pidana (pleger),

Dari berbagai pendapat para ahli dan dengan pendekatan praktik dapat diketahui bahwa untuk menentukan seseorang sebagai yang melakukan (pleger)/pembuat pelaksana tindak pidana secara penyertaan adalah dengan 2 kriteria: (a). Perbuatannya adalah perbuatan yang menetukan terwujudnya tindak pidana, (b). Perbuatannya tersebut memenuhi seluruh unsur tindak pidana.

2. Orang yang menyuruh orang lain untuk melakukan tindak pidana (doen pleger)

Untuk mencari pengertian dan syarat untuk dapat ditentukan sebagai orang yang melakukan (doen pleger).

a. Orang lain sebagai alat di dalam tangannya

suduthukum.comYang dimaksud dengan orang lain sebagai alat di dalam tangannya adalah apabila orang/pelaku tersebut memperalat orang lain untuk melakukan tindak pidana. Karena orang lain itu sebagai alat, maka secara praktis pembuat penyuruh tidak melakukan perbuatan aktif.
Dalam doktrin hukum pidana orang yang di peralat di sebut sebagai manus ministra sedangkan orang yang memperalat di sebut sebagai manus domina juga di sebut sebagai middelijke dader (pembuat tidak langsung).

b. Tanpa kesengajaan atau kealpaan

Yang di maksud dengan tanpa kesengajaan atau tanpa kealpaan adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang yang di suruh (manus ministra) tidak dilandasi oleh kesengajaan untuk mewujudkan tindak pidana, juga terjadinya tindak pidana bukan karena adanya kealpaan, karena sesungguhnya inisiatif perbuatan datang dari pembuat penyuruh, demikian juga niat untuk mewujudkan tindak pidana itu hanya berada pada pembuat penyuruh (doen pleger).

c. Karena tersesatkan

Yang di maksud dengan tersesatkan di sini adalah kekeliruan atau kesalahpahaman akan suatu unsur tindak pidana yang disebabaklan oleh pengaruh dari orang lain dengan cara yang isinya tidak benar, yang atas kesalahpahaman itu maka memutuskan kehendak untuk berbuat.

d. Karena kekerasan

Yang di maksud dengan kekerasan (geweld) di sini adalah perbuatan yang dengan menggunakan kekerasan fisik yang besar, yang in casu ditujukan pada orang, mengakibatkan orang itu tidak berdaya. Dari apa yang telah diterangkan di atas maka jelaslah bahwa orang yang di suruh melakukan tidak dapat di pidana.

3. Orang yang turut melakukan tindak pidana (mede pleger)

KUHP tidak memberikan rumusan secara tegas siapa saja yang dikatakan turut melakukan tindak pidana, sehingga dalam hal ini menurut doktrin untuk dapat dikatakan turut melakukan tindak pidana haru memenuhi dua syarat ;
  • Harus adanya kerjasama secara fisik.
  • Harus ada kesadaran bahwa mereka satu sama lain bekerjasama untuk melakukan tindak pidana.

Yang di maksud dengan turut serta melakukan (mede pleger), ialah setiap orang yang sengaja berbuat (meedoet) dalam melakukan suatu tindak pidana, dapat di tarik kesimpulan bahwa untuk menentukan seseorang sebagai pembuat peserta yaitu apabila perbuatan orang tersebut memang mengarah dalam mewujudkan tindak pidana dan memang telah terbentuk niat yang sama dengan pembuat pelaksana (pleger) untuk mewujudkan tindak pidana tersebut.

4. Orang yang dengan sengaja membujuk atau menggerakan orang lain untuk melakukan tindak pidana (uit lokken)

Syarat-syarat uit lokken yaitu:
  • Harus adanya seseorang yang mempunyai kehendak untuk melakukan tindak pidana.
  • Harus ada orang lain yang digerakkan untuk melakukan tindak pidana.
  • Cara menggerakan harus menggunakan salah satu daya upaya yang tersebut di dalam pasal 55 (1) sub 2e (pemberian, perjanjian, ancaman, dan lain sebagainya).
  • Orang yang digerakan harus benar-benar melakkan tindak pidana sesuai dengan keinginan orang yang menggerakan.

Di lihat dari sudut pertanggungjawabannya maka pasal 55 ayat (1) KUHP di atas pelaku tindak pidana adalah sebagai penanggung jawab penuh, yang artinya pelaku di ancam dengan hukuman maksimum pidana pokok dari tindak pidana yang dilakukan.