Nalar Pengetahuan

SUDUT HUKUM | Dunia filsafat berbicara tentang pengetahuan manusia, maka istilah “pengetahuan” itu cukup luas artinya. Istilah itu menunjukan bahwa manusia sadar akan barang-barang di sekitarnya; adanya manusia di dunia ini lain dari pada adanya sebuah barang mati. Dan kata“pengetahuan” tidak hanya meliputi pengetahuan ilmiah, melainkan pula pengalaman pribadi, melihat dan mendengar, perasaan dan intuisi, dugaan dan suasana jiwa.[1]


Perkembangan pengetahuan dalam sejarah filsafat sangat cepat menjadi pusat perhatian, yaitu dua macam pengetahuan, pengetahuan melalui pancaindra dan pengetahuan melalui akal budi. Sering kedua macam pengetahuan itu saling dipertentangkan: Oleh ahli-ahli pikir Yunani pengalaman yang berdasarkan pancaindra digambarkan sebagai pengetahuan yang tidak menentu, bahkan yang menyesatkan. Sedangkan pengetahuan berdasarkan akal budi dihormati sebagai pengetahuan yang sejati.[2]


Nalar Pengetahuan

Pada taraf permulaan tampak juga adanya kontak yang lebih erat dengan pengalaman sehari-hari. Ini menjadi jelas biladi perhatikan kata-kata Yunani yang menunjukkan pengetahuan lewat akal budi. Semua istilah tadi pernah berkembang dari kata-kata yang sebetulnya ada hubungan dengan pengetahuan lewat pancaindra (eidenai = mengetahui, sebetulnya: pernah melihat; suniekai = mengerti, sebetulnya: mengerti bunyi-bunyian yang terartikulasi; gignooskein = memaklumi, sebetulnya: melihat, mencatat) Bahasa Indonesia: periksa, atau dalam bahasa Jawa weruh dan pirsa; kata weruh itu masih langsung berhubungan dengan widya (bahasa Jawa kuno), weten (bahasa Belanda) ,wissen (bahasa Jarman).


Epistemologi selalu menjadi bahan yang menarik untuk dikaji.Karena disinilah dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan yang diperoleh manusia menjadi bahan pijakan 5 . Konsep-konsep ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya, dari epistemologi, juga filsafat –dalam hal ini filsafat modern – terpecah berbagai aliran yang cukup banyak, seperti rasionalisme, pragmatisme, positivisme, maupun eksistensialisme dan lain-lain.




[1] C. A Van Peurson., Orientasi di Alam Filsafat (Jakarta., PT Gramedia., 1980)., hlm 19

[2] Ibid.