Kedudukan Ulama dalam Pembentukan Kerajaan Islam di Aceh

SUDUT HUKUM | Telah masyhur diketahui bahwa ulama merupakan salah satu elemen penting dalam masyarakat yang memiliki andil dalam pembentukan negara di Aceh. Keterlibatan ulama dalam pembentukan negara sudah ada sejak zaman awal terbentuknya kerajaan-kerajaan Islam di Aceh. Di mana ulama merupakan salah satu elemen pembentuk negara di samping elemen lainnya seperti para pedagang dan para penguasa.

Bentuk negara terjadi berawal dari kesepahaman tokoh-tokoh pendiri negara terhadap suatu bentuk negara yang diinginkan, salah satu elemen penting pendiri negara di Aceh adalah ulama. Maka pengaruh ulama terhadap bentuk negara tercermin dari masuknya nilai agama dalam bentuk negara yaitu kerajaan Islam. Ulama mampu mempengaruhi para penguasa dan masyarakat untuk membentuk negara berdasarkan agama, usaha mempengaruhinya itu telah membawa hasil dimana mulai dari kerajaan Islam Samudera Pasai hingga kerajaan Islam Aceh Darussalam bahkan sampai sekarang Aceh telah mendapat pengesahan dari pemerintah untuk memberlakukan syari’at Islam.

Kedudukan ulama dalam pembentukan kerajaan Islam di Aceh



Menurut Hasanuddin Yusuf Adan, terbentuknya kerajaan-kerajaan Islam melalui suatu keputusan penting yang dilakukan oleh pembesar negeri, bahwa keputusan yang cendrung kepada bentuk negara yang Islam karena dianatara para pembesar negeri adalah ulama. Karena itu kedudukan ulama menjadi penting dalam membentuk negara di Aceh.

Ulama menanam nilai-nilai agama dalam berbagai bentuk kehidupan sehingga semua elemen masyarakat mendukung dan tunduk patuh terhadap negara. Penanaman nilai agama terhadap masyarakat dapat dilakukan melalui pengajaran agama Islam dan pembentukan mental agama masyarakat yang sehat. Apabila masyarakat telah sehat mental agamanya maka akan membentuk kultur dan budaya masyarakat yang agamis.

Dikatakan ulama memiliki andil dalam pembentukan negara karena sejak awal ulama telah berperan membawa agama Islam ke Aceh bersama saudagar yang berasal dari jazirah Arab, Persia dan Hindia. Jika kita menoleh kepada sejarah bahwa sejak awal mula para ulama telah membentuk pola pikir masyarakat dengan paradigma Islam, maka secara perlahan pola pikir agama membawa pengaruh terhadap bentuk yang dibangun oleh masyarakat itu sendiri. Dan akhirnya kerajaan Aceh Darusalam kuat dengan Islamnya, berbagai kemajuan telah dicapai sehingga oleh Wilfred C. Smith, mengatakan bahwa kerajaan Islam AcehDarussalam ini adalah Kerajaan Islam yang terpandang di dunia pada saat itu, yang disejajarkan dengan Maroko, Istambul, Isfahan dan Agra yang disebutkan sebagai kerajaan-kerajaan pembina sejarah yang berhasil.

Selain itu bahwa terbentuknya negara dalam bentuk kerajaan di Aceh berdasarkan agama di Aceh karena ulama sangat gigih memperjuangkan agar negara berdasarkan syari’at Islam. Menurut Walid Nu bahwa ulama sangat gigih dalam membentuk negara berdasarkan syari’at Islam meskipun dalam kondisi yang sulit. Seperti ketika Aceh diduduki oleh Belanda dan Jepang ulama masih meminta pemerintah Belanda dan Jepang agar diberi kesempatan kepada masyarakat Aceh untuk menerapkan syari’at Islam yang beragama Islam.

Dan bahkan awal kemerdekaanpun ulama masih gigih meyakinkan pemerintah dan berusaha mendekati pemerintah dapat diterapkan syari’at Islam. Penolakan oleh pemerinatah pusat terhadap penerapan syari’at Islam di Aceh memiliki efek negatif, dimana sebahagian ulama membangkitkan semangat fanatisme Islam sehingga timbullah gerakan pemberontakan terhadap pemerintah pusat.

Menurut Tgk. Ismail Yakob, mengatakan pada masa enam puluhan, ulama juga pernah meminta pemerintah pusat memberikan hak istimewa kepada Aceh untuk menerapkan syari’at Islam, permintaan tersebut tidak dikabulkan oleh pemrintah pusat. Akan tetapi dalam masa reformasi ulama bersama politikus Aceh mengusulkan agar untuk Aceh diberikan kekhususan dapat menerapkan syari’at Islam. Usulan dan permintaan ini telah membuahkan hasil, pemerintah pusat mengabulkan dengan terbitnya UU no 44 tahun 1999 tentang keistimewaan Aceh dan terbitnya UU no 18 tahun 2002 tentang otonomi khusus dan disahkannya Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Maka dengan demikian ulama memiliki andil bersama para politisi Aceh dalam membentuk sistem negara di Aceh yang bersyari’at Islam dalam bingkai NKRI.