Syarat-syarat Putusan Verstek

SUDUT HUKUM | Berdasarkan pasal 125 ayat (1) HIR menentukan bahwa untuk mengabulkan putusan verstek diharuskan adanya syarat-syarat sebagai berikut:

a. Tergugat telah dipanggil secara resmi dan patut

Panggilan secara resmi adalah panggilan yang dilakukan oleh Juru Sita atau Juru Sita Pengganti yang sah, yakni telah diangkat dengan SK dan telah disumpah untuk jabatan itu yang tugasnya hanya berwenang dalam hukum Pengadilan Agama yang bersangkutan. Disampaikan langsung kepada pribadi yang dipanggil ditempatnya. Apabila tidak dijumpai ditempat tinggalnya, maka panggilan disampaikan lewat Kepala Desa atau Lurah setempat.

Syarat-syarat Putusan VerstekPemanggilan kepada para pihak yang berperkara didasarkan pada Pasal 390 HIR yang menyatakan bahwa: “Tiap-tiap surat Juru Sita, kecuali yang akan disebut di bawah ini harus disampaikan pada orang yang bersangkutan sendiri ditempat diamnya atau tempat tinggalnya dan jika tidak dijumpai disitu, maka kepada Kepala Desanya atau Lurah”.

Panggilan disampaikan secara patut maksudnya adalah panggilan yang dilakukan dalam keadaan normal dengan ketentuan tempat kediaman penggugat atau tergugat diketahui, jangka waktu antara penyampaian panggilan dengan penetapan tanggal hari sidang
paling kurang dalam tenggang waktu tiga (3) hari.

Ketentuan pemanggilan yang demikian dikuatkan dengan Pasal 122 HIR yang menyatakan: “Ketika menentukan hari persidangan, Ketua menimbang jarak antara tempat diam atau tempat tinggal kedua belah pihak dari tempat Pengadilan Negeri (Agama) bersidang, maka tempo antara hasil pemanggilan kedua belah pihak dari hari persidangan tidak boleh kurang dari tiga (3) hari kerja”.

b. Tergugat tidak hadir dalam persidangan dan tidak mewakilkan kepada kuasanya tanpa alasan yang sah


Tergugat yang telah dipanggil dengan patut tetapi ia atau kuasanya tidak juga datang menghadap ke Pengadilan, maka perkaranya akan diputus secara verstek yaitu penggugat dianggap menang dan tergugat dianggap kalah.

Dalam kasus seperti di atas dapat dijatuhkan putusan verstek atas dasar bahwa tidak hadir berarti dianggap mengakui dalil gugatan, oleh karena itu gugatan dikabulkan tanpa pemeriksaan pembuktian, kecuali apabila gugatan tidak mempunyai dasar hukum atau bertentangan dengan undang-undang, kepatutan, dan ketertiban umum.

c. Gugatan pengugat berdasarkan hukum dan beralasan

Pengertian gugatan yang beralasan adalah gugatan atau tuntutan yang didukung oleh dalil atau peristiwa yang benar dan tidak melawan hak orang lain. Gugatan tersebut juga harus berdasarkan hukum, baik dengan Undang-undang, Peraturan Pemerintah atau ketentuan hukum lain yang dibenarkan. Apabila tidak memenuhi ketentuan ini, maka gugatan tidak dapat diterima atau ditolak.

d. Tergugat tidak mengajukan exeptie (eksepsi) atau tangkisan


Eksepsi atau tangkisan adalah bantahan dari tergugat yang diajukannya ke Pengadilan karena tergugat digugat oleh penggugat, yang tujuannya adalah supaya Pengadilan tidak menerima perkara yang diajukan oleh penggugat karena adanya alasan tertentu.
Jika ada eksepsi walaupun tergugat tidak hadir, maka gugatan tidak bisa diputus secara verstek. Pengadilan harus memutus eksepsi terlebih dahulu (diterima atau ditolak) sebelum mengadili materi pokok perkara.

Rujukan:

  • Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, cetakan IV, (Yogyakarta; Liberty,1982).
  • Umar Said, Hukum Acara Peradilan Agama, (Surabaya; Cempaka, 2004),
  • Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,
  • Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Bandung; Pustaka Pelajar, 1996),
  • Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama,
  • Roihan Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, cetakan XIV,
  • Yahya Harahap, Beberapa Permasalahan Hukum Acara Perdata pada Peradilan Agama, (Jakarta; Yayasan Al-Hikmah, 1993).