Akibat Hukum Menyusui Orang Dewasa Pendapat Ibnu Hazm

SUDUT HUKUM | Untuk mengemukakan pendapat Ibnu Hazm tentang batas umur anak dalam radla’ah yang mengakibatkan hukum mahram penulis akan menukilkan dari kitabnya “al-Muhalla” yang pada prinsipnya beliau berpendapat tidak ada batasan umur dalam susuan yang mengakibatkan hukum mahram. Dalam arti bahwa setiap susuan yang terjadi dalam usia anak-anak, dewasa bahkan usia lanjut sekalipun semua tetap mengakibatkan hukum mahram sebagaimana yang beliau kemukakan:

Susuan orang dewasa mengakibatkan mahram walaupun sudah dalam usia lanjut tetap mengakibatkan hukum haram sebagaimana akibat haramnya susuan anak kecil.”



Akibat Hukum Menyusui Orang Dewasa Pendapat Ibnu Hazm
Diantara dasar-dasar yang dijadikan sebagai pendukung pendapatnya adalah sebuah riwayat dari Abd al-Razaq telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij telah memberikan berita kepadaku bahwa Salim Ibn al-Ja’ad bekas budak al-Asja’i telah memberikan kabar kepadanya bahwa ayahnya telah memberinya kabar bahwa dia bertanya kepada Ali bin Abi Thalib, maka dia berkata:

Sesungguhnya saya hendak mengawini seorang wanita dan dia pernah memberi minum padaku dari air susunya, sedangkan saya telah dewasa ?, maka Ali ra. menjawab; janganlah engkau mengawininya dan ali melarangnya dari wanita tersebut.”

Dan riwayat dari Malik dari Ibnu Sihab bahwasanya dia pernah ditanya tentang susuan orang dewasa, maka dia menjawab telah member kabar padaku Urwah bin Zubair dengan sebuah haditsnya sebagai berikut:

Rasulullah SAW. bersabda: menyuruh Sahlah binti Suhail agar menyusui Salim maula Abu Hudzaifah sebanyak lima kali susuan sedangkan dia orang dewasa, maka ia pun mengerjakannya dan terjadilah dia melihatnya sebagai anak laki-lakinya.

‘Aisyah juga mengambil dan berpegang dengan hadits tersebut yang berkenaan dengan seorang wanita yang senang memasukkan laki-laki kepadanya. ‘Aisyah pernah menyuruh saudara perempuannya Ummi Kulsum dan anak saudara laki-lakinya agar menyusui kepada orang yang senang masuk kepadanya dari para laki-laki. Berdasarkan hal tersebut ia mengatakan:

Adapun pendapat Malik, Zufar dan Abu Hanifah tidak diragukan kesalahannya.”

Ibnu Hazm juga menolak pendapat yang membatasi usia susuan yang mengakibatkan mahram dengan “al-Fitham” (sejak di sapih) berdasarkan firman Allah SWT.:

Apabila keduanya ingin mengambil sebelum duan tahun dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya.”

Menanggapi pendapat tersebut Ibnu Hazm mengatakan bahwa ayat tersebut bukan merupakan hujjah bagi mereka mengenai batas umur susuan yang mengakibatkan mahram. Akan tetapi pengertian yang terkandung dalam ayat tersebut adalah putusnya nafkah wajib atas ayah dalam radla’ah, bukan mengenai berhentinya kebutuhan anak kecil terhadap susuan yang memutuskan haram karena susuannya.
Ibnu Hazm juga menolak terhadap kelompok ulama yang membatasi usia radla’ah yang mengakibatkan mahram sampai usia dua tahun penuh berdasarkan firman Allah SWT.:

Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama dua tahun penuh yaitu bagi yang ingin menyempurnakan susuannya.”

Dan firman Allah SWT.:

Ibunya telah mengandung dalam keadaan payah dan menyapihnya dalam dua tahun.”

Menurut mereka yang berpegang dengan ayat tersebut mengambil suatu pengertian bahwa Allah telah memutuskan pisahnya menyusu dalam usia dua tahun penuh bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya. Dan mereka mengatakan bahwa sedikitpun tidak dikatakan susuan setelah usia dua tahun. Karena usia dua tahun itu susuan telah sempurna, dan apabila sudah berhenti menyusu maka terputus pula hukumnya yang mengakibatkan haram.