Hukuman bagi yang Meninggalkan Shalat Jum’at dalam Pasal 21 Qanun Nangroe Aceh Darusalam

SUDUT HUKUM | Pada pasal 21 qanun Nangroe Aceh Darussalam menyebutkan:
  1. Barang siapa tidak melaksanakan shalat Jum’at tiga kali berturut-turut tanpa uzur syar’i sebagaimana di maksud dalam pasal 8 ayat (1) dihukum dengan ta’zir berupa hukuman penjara paling lama enam bulan atau dicambuk di muka umum.
  2. Perusahaan pengangkutan umum yang tidak memberi kesempatan dan fasilitas kepada pengguna jasa untuk melaksanakan shalat Jum’at sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) dipidana dengan hukuman ta’zir berupa pencabutan izin usaha.

Dalam sistem hukum Islam terdapat dua jenis sanksi yaitu sanksi yang bersifat ukhrowi, yang akan diterima di akherat kelak, dan sanksi yang bersifat duniawi yang diterapkan manusia melalui kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. dua jenis sanksi tersebut mendorong masyarakat untuk patuh pada peraturan dan ketentuan hukum, dalam banyak hal penegakan hukum menuntut peranan negara, di sisi lain suatu negara tidak akan tertib bilamana hukum tidak ditegakkan.


Hukuman bagi yang Meninggalkan Shalat Jum’at dalam Pasal 21 Qanun Nangroe Aceh DarusalamAdanya sanksi pidana penjara selama enam bulan atau sanksi pidana cambuk di depan umum, dimaksudkan sebagai upaya pendidikan dan pembinaan, sehingga si pelaku akan menyadari dan menyesali kesalahan yang diperbuat dan mengantarnya ke posisi dalam tobat nasuha serta sebagai upaya preventif dan pendidikan sehingga setiap orang berupaya untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap qanun ini dan segala ketentuan syari’at Islam pada umumnya, juga dimaksudkan sebagai upaya memberi kesadaran bagi si pelaku dan sekaligus menjadi peringatan bagi masyarakat agar tidak melakukan tindak pidana.

Hukuman cambuk ini diharapkan akan lebih efektif karena terpidana merasa malu karena pelaksanaan ta’zir cambuk ini dilakukan ditempat umum yang dapat dilihat oleh semua orang dan di hadapan orang banyak. Dan tidak menimbulkan resiko bagi keluarganya dan hukuman cambuk juga menjadikan biaya yang harus ditanggung oleh pemerintah lebih murah dibanding dengan jenis hukuman lainya seperti yang dikenal dalam setiap KUHP sekarang ini.

Pasal tersebut di atas berhubungan erat dengan pasal 21 ayat (2) menyatakan bila badan usaha seperti perusahaan pengangkutan umum tidak memberi kesempatan kepada pengguna jasa dan fasilitas untuk melaksanakan shalat fardu atau shalat Jum’at sebagaimana dalam pasal 9 ayat (3) menyatakan bahwa perusahaan umum wajib memberi kesempatan dan fasilitas kepada pengguna jasa untuk melaksanakan shalat Jum’at atau fardu maka dalam pasal 21 ayat (2) menyatakan sebagai pidana dengan hukuman ta’zir berupa pencabutan Izin usaha. Hal tersebut menandai bahwa ketika adzan shalat Jum’at dikumandangkan, maka segala jenis kegiatan di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam harus dihentikan, kecuali hal-hal yang menyangkut kepentingan umum dan darurat.

Penjatuhan hukuman ta’zir tersebut dapat dijatuhkan bila si pelaku melakukannya dengan berulang-ulang dan bertentangan dengan kepatutan dan rasa kesopanan masyarakat yang sebelumnya sudah melalui proses peringatan oleh Wilayatul Hisbah dengan melakukan pengawasan dan peringatan yang menitikberatkan pada upaya penyadaran, pembimbingan dan pembinaan, setelah upaya menegur dan menasehati ternyata pelaku tidak berubah maka Wilayatul Hisbah akan menyerahkan kasus pelanggaran tersebut kepada pejabat penyidik yaitu Pejabat Kepolisian Propinsi Nangroe Aceh Darussalam atau Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintahan Propinsi Kabupaten atau Kota yang beri wewenang khusus untuk itu.

Kemudian pihak penyidik akan menerima laporan dari Wilayatul Hisbah tentang adanya seseorang yang melakukan pelanggaran yang terlebih dahulu dengan melakukan pemeriksaan atau memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dan bila terdapat cukup bukti maka penyidikan akan diteruskan untuk diajukan ke Mahkamah Syar’iyah, kemudian penuntut umum atau jaksa berwenang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan hakim.