Perhitungan Idah Menurut Keputusan Muktamar NU

SUDUT HUKUM | NU dalam menanggapi masalah idah, khususnya idah yang merupakan akibat dari pengikraran suami terhadap isteri di Pengadilan Agama bertolak belakang dengan apa yang telah ditetapkan dalam hukum positif. Dua poin penting yang perlu dipahami secara mendalam dalam Keputusan Muktamar NU ke-28 di Yogyakarta adalah sebagai berikut:

  • Jika suami telah menjatuhkan talak di luar Pengadilan Agama, maka talak yang dijatuhkan di depan Hakim Agama itu merupakan talak yang kedua dan seterusnya jika masih dalam waktu idah raj’iyyah. Sedangkan perhitungan idahnya dimulai dari jatuhnya talak yang pertama dan selesai setelah berakhirnya idah yang terakhir yang dihitung sejak jatuhnya talak yang terakhir tersebut.
  • Jika talak yang di depan Hakim Agama dijatuhkan setelah habis masa idah atau dalam masa idah bain, maka talaknya tidak diperhitungkan.

Perhitungan Idah Menurut Keputusan Muktamar NUMuktamar NU tidak mensyaratkan bahwa keabsahan talak itu harus dilakukan di sidang pengadilan. Hal ini disebabkan karena NU masih memegang konsep-konsep fikih klasik yang tidak terpengaruh dengan adanya perundang-undangan yang ada di Indonesia khususnya mengenai penjatuhan talak ini.


Yang menarik adalah mengenai ketentuan perhitungan idah di atas. Dari keputusan tersebut dapat dipahami bahwa jika seorang suami sudah pernah menjatuhkan talak sebelum sidang, misalnya satu bulan sebelum pelaksanaan ikrar talak dan idahnya belum habis, kemudian ketika sidang di Pengadilan Agama suami mengikrarkan talaknya maka masa tunggu bagi istri yang ditalaknya adalah satu bulan ditambah dengan tiga quru’ jika istri masih terbiasa haid atau ditambah tiga bulan jika istri tidak haid. Dan jika terjadi rujuk, maka itu adalah kesempatan rujuk yang terakhir.


Perhitungan idah seperti itu dikarenakan kedua talak yang diucapkan oleh suami dinilai sebagai talak yang sah sehingga memiliki dua idah meski di antara dua talak itu tidak diselingi rujuk.