Sejarah Kompilasi Hukum Islam (KHI)

SUDUT HUKUM | Berbicara masalah sejarah KHI tidak terlepas dari pengadilan agama, karena pengadilan agama merupakan lembaga social yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara yang diajukan oleh orang yang merasakan dirugikan haknya oleh orang lain kepadanya (Pasal 49 UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama). Sebelum terbentuknya Kompilasi Hukum Indonesia terjadi perubahan penting dan mendasar yang telah terjadi dalam linkungan Pengadilan Agama dengan disyahkannya RUU-PA menjadi UU No 7 Tahun 1989,yang diajukan oleh menteri Agama Munawir Sjadzali ke sidang DPR.di antara isinya sebagai berikut:

  1. Peradilan Agama telah menjadi peradilan mandiri,kedudukanya benarbenar telah sejajar dan sederajat dengan peradilan umum,peradilam militer,dan peradilan tata usaha negara.
  2. Nama,susunan,wewenang (kekuasaan) dan hukum acaranya telah sama dan seragam di seluruh Indonesia.Terciptanya unifikasi hukum acara peradilan agama akan memudahkan terwujudnya ketertiban dan kepastian hukum yang berintikan keadilan dalam lingkungan peradilan agama.
  3. Perlindungan kepada wanita telah ditingkatkan dengan jalan antara lain,memberikan hak yang sama kepada istri dalam proses dan membela kepentingannya di muka peradilan agama.
  4. Lebih memantapkan upaya penggalian berrbagai asas dan kaidah hukum Islam sebagai salah satu bahan baku dalam penyusunan dan pembinaan hukum nasional melalui yurispondensi.
  5. Terlaksananya ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman (1970).
  6. Terselengaranya pembangunan hukum nasional berwawasan nusantara yang sekaligus berwawasan Bhineka Tunggal Ika dalam bentuk Undang-undang Peradilam Agama.[1]
Namun keberhasilan umat Islam Indonesia (menteri Agama,ulama) dalam menggolkan RUU PA menjadi Undang-undang Peradilan Agama No.7 Tahun 1989,tidaklah berarti persoalan yang berkaitan dengan implementasi hukum Islam di Indonesia menjadi selesai.Ternyata muncul persoalam krusial yang berkenaan dengan tidak adanya keseragaman para hakim dalam menetapkan keputusan hukum terhadap persoalan-persoalan yang mereka hadapi.

Hal ini disebabkan tidak tersedianya kitab materi hukum Islam yang sama.Secara material memang telah ditetapkan 13 kitab yang dijadikan rujukan dalam memutuskan perkara yang kesemuanya bermazhab Syafi’i.[2] Akan tetapi tetap saja menimbulkan persoalan yaitu tidak adanya keseragaman

keputusan hakim.


Berangkat dari realitas ini keinginan untuk meyusun “kitab hukum islam” dalam membentuk kompilasi dirasakan semakin mendesak.Penyusunan Kompilasi ini bukan saja didasarkan pada kebutuhan adanya keseragaman referensi keputusan hukum PA di Indonesia,tetapi juga disadarkan pada keharusan terpenuhinya perangkat-perangkat sebuah Peradilan yaitu kitab materi hukum Islam yang digunakan di lembaga Peradilan tersebut.[3]

KHI merupakan salah satu hukum materiil yang dipergunakan di peradilan agama. KHI muncul ketika beraneka ragam putusan pengadilan agama, antara peradilan agama yang satu dengan peradilan agama yang lain berbeda, bahkan tidak jarang pula dalam kasus yang sama putusan juga bebeda-beda. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kitab rujukan yang dipergunakan oleh hakim agama dalam mengadili perkara tersebut yang masih mentah dalam dalam kitab kuning.

Memang ia kita pernah pernah mendengar istilah different djude different statement (lain hakim lain putusannya, namun perbedaannya sangat mutlak terjadi dan jauh sekali perbedaannya antara satu putusan peradilan agama denga putusan peradilan agama yang lain. Oleh karena itu, berdasarkan surat edaran biro peradilan agama no. 45/1957 tentang pembentukan pengadilan agama untuk menggunakan 13 kitab kuning sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan. Kitab-kitab terssebut antara lain sebagai berikut:

  • Al-bajuri
  • Fathul mu’in
  • Syarqawi ‘alat tahrir
  • Qalyubi/almahalli
  • Fathul wahhab dengan syarahnya
  • Tuffah
  • Targhibul musytaghfirin
  • Qawanin syar’iyah lissayyid bin yahya
  • Qawanin syar’iyyah lissayyid sadaqah dachlan
  • Al-fiqhu ‘ala mazhabi arba’ah
  • Syamsuri fil-fara’idh
  • Bughyatul musytarsidin
  • Mugni al-muhtaj[4]
Pencetus utama dalam proyek pembentukan KHI diketuai oleh Bustanul Arifin dengan beberapa alasan, antara lain sebagai berikut :

  1. Harus ada ketentuan hukum yang tegas, agar tercapainya keadilan dalam masyarakat dan tidak melukai keadilan bagi orang pencari keadilan.
  2. Untuk menyeragamkan hukum islam yang masih bersimpang siur dalam kitab-kitab kuning.
  3. Karena melahat negara lain yang sudah mengkodifikasi kitab undangundang hukum Islam.
Untuk menjalankan proyek pembentukan KHI, dibentuklah tim pelaksana proyek tersebut yang diketuai oleh Bustanul Arifin berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua MA RI dan Menteri Agama RI no. 7/KMA/1985 dan No.25 tahun 1985 (25 Maret 1985). Dengan kerja keras Bustanul Arifin untuk membentuk KHI maka keluarlah Intruksi Presiden No.1 Tahun 1991 kepada Menteri Agama RI untuk menyebarluaskan KHI yang terdiri dari tiga buku, yaitu:

  1. Buku I tentang perkawinan, terdiri dari 170 pasal
  2. Buku II tentang kewarisan, terdiri dari 44 pasal, dan
  3. Buku III tentang perwakafan, terdiri dari 15 pasal



[1] Muhammad Daud Ali, “Hukum Islam:Peradilan Agama dan Masalahnya” dalam, Hukum Islam di Indonesia:Pemikiran dan Praktik, Tjun Suryaman (ed), Bandung: Rosadakarya,1991, hlm. 84.

[2] Lihat,Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama,1993/1994,h.129-130.

[3] Munawir Sjadzali pernah menyatakan bahwa ada keanehan di Indonesia berkenaan dengan implementasi hokum Islam. Peradilan Agama sudah berusia sangat lama namun hakimnya tidak memiliki standard yang dapat dijadikan rujukan yang sama seperti halnya KHUP. Ini berakibat jika hakim agama menghadapi kasus yang harus diadili maka rujukannya adalah berbagai kitab fikih tanpa suatu standarisasi atau keseragaman. Akibatnya, secara praktis, kasus yang sama dapat melahirkan keputusan yang berbeda jika di tangan hakim yang berbeda. Lihat, Munawir Sjadzali, ”Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam”, dalam, Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia,DadanMuttaqinet.al (ed), Yogjakarta: UII Press,1999, hlm. 2.

[4] Busthanul Arifin, “Pelaksanaan Kompilasi Hukum Islam“, pidato penyerahan 3 buku Kompilasi Hukum Islam kepada Menteri Agama dan Ketua Mahkamah Agung R.I., Jakarta tanggal 26 Desember 1987.