Dasar Hukum Positif dalam Penemuan Hukum

SUDUT HUKUM | Dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman ditentukan bahwa:

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.”

Berdasarkan ketentuan pasal di atas, kekuasaan kehakiman adalah bebas untuk menyelenggarakan peradilan. Kebebasan kekuasaan kehakiman atau kebebasan peradilan atau kebebasan hakim merupakan asas universal yang terdapat diberbagai negara. Kebebasan peradilan atau hakim ialah bebas untuk mengadili dan bebas dari campur tangan dari pihak ekstra yudisial. Kebebasan hakim ini memberi wewenang kepada hakim untuk melakukan penemuan hukum secara leluasa.

Pasal 4 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan:

Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”

Ini berarti bahwa hakim pada dasarnya harus tetap ada di dalam satu sistem (hukum), tidak boleh keluar dari hukum, sehingga harus menemukan hukumnya.

Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan:

Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.”

Walau bagaimanapun hakim wajib memeriksa dan menjatuhkan putusan, yang berarti bahwa ia wajib menemukan hukumnya.

Pasal 5 ayat (1) UU No.48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan:

Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

Kata menggali mengasumsikan bahwa hukumannya itu ada tetapi tersembunyi, agar sampai pada permukaan masih harus digali. Jadi hukum nya itu ada, tetapi masih harus digali, dicari dan diketemukan, bukannya tidak ada, kemudian lalu diciptakan. Scholten mengatakan bahwa di dalam perilaku manusia itu sendirilah terdapat hukumnya. Sedangkan setiap saat manusia dalam masyarakat berperilaku, berbuat atau berkarya, oleh karena itu hukumnya sudah ada, tinggal menggali, mencari atau menemukannya. (Sudikno mertokusumo, 2010: 61).