Pengertian Dissenting Opinion

SUDUT HUKUM | Dissenting opinion adalah perbedaan pendapat tentang amar putusan hukum dalam suatu kasus tertentu, manfaatnya adalah untuk meruntut fakta hukum (lex factum) yang keliru diterapkan dalam suatu putusan hakim Pengadilan, hal mana dipandang perlu untuk ditangguhkan sementara, diuji materil atau dibatalkan apabila putusan belum mempunyai kekuatan hukum tetap, jadi ketika ada pendapat yang berbeda (dissenting opinion) dari salah satu hakim tapi putusan itu belum mempunyai kekuatan hukum tetap, maka menjadikan putusan itu harus ditangguhkan sementara, diuji materilnya atau dibatalkan.[1]
Dalam dissenting opinion terdapat tiga ketentuan menurut kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU No. 8 tahun 1981). Pertama, pada azasnya setiap putusan itu adalah diambil dengan musyawarah. Dalam hukum acara peradian Islam, musyawarah merupakan bagian daripada pengetahuan hakim dalam menganalisa bukti-bukti dan saksi-saksi. Kedua, putusan diambil dengan suara terbanyak, dalam penjelasan ini apabila hakim lebih dari satu orang, maka apabila terjadi perbedaan yang wajib diambil adalah suara terbanyak (vooting). Ketiga, jika ketentuan pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah dan suara terbanyak tidak dapat dipenuhi maka diambil putusan yang lebih menguntungkan bagi terdakwa, maka diambillah putusan yang paling ringan dan tidak memberatkan bagi terdakwa/tergugat.

Kedudukan dissenting opinion adalah sebagai yurisprudensi untuk kasus-kasus serupa yang menjadi persoalan perbedaan pendapat, namun itu tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum hanya sebagai referensi, karena mengikuti sistem hukum civil law yang hanya mengakui hukum yang dikodifikasikan.[2]

Dissenting opinion bukan suatu hal yang baru, khususnya dalam komunitas masyarakat hukum yang secara tatanan keilmuan telah mempelajari teori–teori maupun aplikasinya dalam bidang hukum. Seiring dengan perkembangan zaman dimana muncul banyak sekali kasus-kasus yang menuntut kecermatan dari para hakim dalam memutuskannya, maka di Indonesia diterapkan juga penggunaan dissenting opinion. Selain itu, penerapan dissenting opinion juga dilatarbelakangi oleh sebuah pemikiran sederhana yang menyatakan bahwa sebuah putusan itu baru bisa disebut adil apabila setiap hakim bisa menggunakan haknya untuk mengungkapkan pandangannya secara bebas, terbuka, dan jujur dengan tentunya menggunakan pertimbangan hukum sampai dihasilkan satu putusan yang bersifat kolektif. Di Indonesia istilah dissenting opinion mulai mencuat dikarenakan kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh Mahkamah Agung (MA).



[1] H.F. Abraham Amos, Legal opinion: Aktualisasi Teoritis dan Empirisme, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 17.

[2] IKAHI, Varia Peradilan, tahun ke XXI No. 253 Desember 2006