Sejarah Perkembangan Teori Maqasid al-Syariah

SUDUT HUKUM | Apabila ditelusuri pada masa-masa awal Islam ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, tampaknya perhatian terhadap Maqasid al-Syariah dalam pembentukan hukum sudah muncul. Sebagai contoh dalam sebuah hadits, Nabi pernah melarang kaum muslimin menyimpan daging Qurban kecuali dalam batas tertentu sekedar perbekalan untuk waktu tiga hari.
Namun selang beberapa tahun, ketentuan yang diberikan Nabi ini dilarang oleh beberapa orang sahabat dan mereka mengemukakan kepada Nabi. Pada waktu itu Nabi memebenarkan tindakan mereka sembari menjelaskan bahwa hukum pelarangan penyimpanan daging Qurban itu di dasarkan atas kepentingan al-daffah sekarang kata Nabi, simpanlah daging-daging Qurban itu karena tidak ada lagi tamu yang membutuhkannya.[1]
Sejarah Perkembangan Teori Maqasid al-SyariahDalam larangan tersebut, dapat diharapkan tujuan syari’at dapat dicapai yakni memberikan kelapangan kaum miskin yang bertdatangan dari dusun ke Kota Madinah. Setelah alasan pelarangan tersebut tidak ada lagi, maka larangan itu sendiri tidak dilakukan oleh Nabi.[2]
Dalam rentang waktu berikutnya, apa yang dilakukan oleh Nabi diambil sebagai pedoman oleh para sahabat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan hukum yang mereka hadapi. Para sahabat karena banyak bergaul dengan Nabi, maka dengan cepat menangkap rahasia-rahasia syari’ sehingga dengan itu mereka mampu menghadapi tantangan-tantangan zamanya.[3]
Sebagai contoh yang paling populer dalam kaitan ini adalah pendapat Umar ibn Khattab tentang penghapusan pembagian zakat untuk klompok Mu’allafah Qulubuhum. Kelompok Mu’allafah Qulubuhum ini pada masa Nabi mendapatkan bagian zakat sesuai penegasan nas yang bertujuan mengajak manusia memeluk agama Islam dalam posisi yang masih lemah. Ketika Islam dalam posisi yang kuat, maka pelaksanaan zakat dengan tujuan untuk sementara di atas, tidak dilaksanakan.[4]
Sejarah yang paling santer diperbincangan teori Maqashid Al-Syari’ah dimulai dari Imam Syafi’i, Ibn Hazm, al-Juwaini, al-Ghozali, al-Razzi, al-Amidi, Izzudin ibn Abd al-Salam, al-Qorafi, al-Thufi, Ibn Taimiyah, al-Syatibi, al-Zarkasyi, Ibn Asyur, kemudian meloncat kepada pemikir mesir Gamal al-Banna.

Lihat bagaimana pemikiran tokoh-tokoh tersebut tentang teori Maqashid Al-Syari’ah pada link di bawah ini:



[1] Lihat Malik Ibn Anas, al-Muwatta’ ditashihkan oleh Muhamammad Fuad Abdul Baqi (t.t;T.P,.T) hlm. 299

[2] Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid al_syari’ah menurut Al-Syatibi (Jakarta: Raja Grafindo Persada:1996) Hal. 6

[3] Ibid. Hal 7

[4] Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid al_syari’ah menurut Al-Syatibi (Jakarta: Raja Grafindo Persada:1996) Hal. 7