Pemilihan Kepala Daerah

SUDUT HUKUM | Pemilihan kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota) merupakan konsekuensi pembagian wilayah Indonesia ke dalam wilayah daerah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UUD Tahun 1945. Pemilihan kepala daerah yang dikenal saat ini yaitu pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis. Seperti yang telah dikemukakan bahwa tiap-tiap provinsi dibagi atas kabupaten dan kota.

Provinsi dan kabupaten/kota memiliki pemerintahan daerah tersendiri. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemilihan kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota) merupakan konsekuensi pembagian wilayah Indonesia ke dalam wilayah daerah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UUD Tahun 1945. Pemilihan kepala daerah yang dikenal saat ini yaitu pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis. Seperti yang telah dikemukakan bahwa tiap-tiap provinsi dibagi atas kabupaten dan kota



Pembagian wilayah negara ke dalam daerah-daerah seperti disebutkan diatas diatur oleh suatu pemerintahan daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintahan daerah memiliki DPRD yang anggotanya berasal dari partai politik. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.

Pemberian otonomi daerah tidak lain adalah dalam rangka peningkatan kemakmuran dalam termasuk peningkatan perekonomian daerah. Tujuan pemberian otonomi daerah adalah:
  1. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah;
  2. Untuk meningkatkan jumlah dan mutu pelayanan masyarakat pada masingmasing daerah;
  3. Untuk meningkatkan kehidupan sosial dan budaya masyarakat masingmasing daerah;
  4. Untuk meningkatkan demokrasi kehidupan bangsa dan negara.

Menurut Sarundajang, pemberian otonomi kepada daerah mempunyai 4 (empat) tujuan yaitu:
  1. Dari segi politik adalah mengikut sertakan, menyalurkan inspirasi dan aspirasi masyarakat baik untuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk mendukung politik dan kebijaksanaan nasional dalam rangka pembangunan menuju proses demokrasi di lapisan bawah;
  2. Dari segi manajemen pemerintahan adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam memberikan pelayanan masyarakat dengan memperluas jenis-jenis pelayanan dalam berbagai kebutuhan masyarakat;
  3. Dari segi kemasyarakatan untuk meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat dengan melakukan usaha pemberdayaan (empowerment) masyarakat, sehingga masyarakat makin mandiri dan tidak terlalu banyak bergantung pada pemberian pemerintah serta memiliki daya saing yang kuat dalam proses pertumbuhannya;
  4. Dari segi ekonomi pembangunan adalah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna pencapaian kesejahteraan rakyat yang semakin meningkat.

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, pada dasarnya merupakan konsekuensi pergeseran konsep otonomi daerah. Berdasarkan Pasal 56 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan:
  1. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
  2. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Gubernur dan Wakil Gubernur untuk Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati untuk Kabupaten, serta Walikota dan Wakil Walikota.

Sebelumnya, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, tampaknya, yang paling menonjol di sini adalah pemilihan Kepala Daerah dilakukan dengan pemilihan langsung oleh rakyat. Artinya rakyatlah yang secara langsung memilih siapa Kepala Daerah. Hal ini tentu saja merupakan terobosan baru dalam menafsirkan demokrasi yang ditentukan oleh konstitusi. Pasal 18 ayat (4) UUD Republik Indonesia tahun 1945 menyebutkan “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis”. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menjabarkan “dipilih secara demokratis” dalam Pasal 18 ayat (4) UUD RI tahun 1945 dengan menentukan pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat.

Pemilihan Kepala Daerah secara langsung telah menjadi perkembangan baru dalam memahami “dipilih secara demokratis” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 ayat (4) UUD RI tahun 1945. oleh karena itu jika UU No. 32 Tahun 2004 memberikan ruang yang luas terhadap pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat. Hal ini memang merujuk ke Pasal 18 ayat (4) UUD RI tahun 1945 itu. Dalam perspektif sosiologis ada desakan sosial yang bergelora dan bergejolak ketika era reformasi yang menuntut adanya demokratisasi dan transparansi dalam pemerintahan baik pusat maupun daerah. Salah satu wujud dari demokratisasi itu adalah dilaksanakannya pemilihan Kepala Daerah secara langsung.

Dengan demikian Kepala Daerah yang terpilih benar-benar representative. Aspirasi rakyat lebih terakomodasi dengan pemilihan Kepala Daerah secara langsung itu. Pemilihan Kepala Daerah secara langsung tetap berjalan sampai saat ini. Diawali dengan dikeluarkannya Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, dan diganti menjadi Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentnang Pemerintahan Daerah, pemilihan secara langsung tetap dilakukan. Dasar hukum untuk Pemilihan Kepala Daerah saat ini adalah Undang-undang nomor 8 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Perbedaan yang membuat perubahan besar dalam sejarah pemilihan kepala daerah yaitu pada Pasal 3 ayat (1) yang menyebutkan ; “Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Artinya pada Pilkada serentak, pemilihan Gubernur, Walikota, dan Bupati dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia sesuai waktu yang telah di tetapkan KPU.

Pelaksanakan secara serentak ini diharapkan anggaran biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk melaksanakan Pilkada menjadi lebih minim. Maka keputusan untuk diterapkannya sistem pemilu serentak mulai tahun 2015 dapat dijadikan momentum untuk penguatan sistem pemerintahan serta dengan benar dimanfaatkan untuk konsolidasi demokrasi yang lebih produktif dan efisien serta penguatan sistem pemerintahan presidentil.

Rujukan:

Tim Pengkajian Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Undang-undang nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota
Kusumadi, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, Sinar Grafika, 1997, Jakarta.
Sarundajang, Birokrasi dalam Otonomi Daerah, Pusraka Sinar Jaya, 2001.
Jimly Asshiddiqie, Pemilhan Umum Serentak dan Penguatan Sistem Pemerintahan.