Pengertian Kredit

SUDUT HUKUM | Dalam pengertian sederhana Kredit merupakan penyaluran dana dari pihak pemilik dana kepada pihak yang memerlukan dana. Penyaluran dana tersebut didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana.[1]
Bila dikaitkan dengan kegiatan usaha, Kredit berarti suatu kegiatan yang memberikan nilai ekonomi (economic value) kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan saat itu, bahkan nilai ekonomi yang sama akan dikembalikan kepada Kreditur (bank) setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang sudah disetujui antara Kreditur (bank) dan debitur (user).[2]
Pengertian KreditSedangkan yang dimaksudkan dengan perKreditan adalah suatu penyediaan uang atau yang dipersamakan dengannya, yang didasari atas perjanjian pinjam-meminjam antara pihak Kreditur (bank, perusahaan atau perorangan) dengan pihak debitur (peminjam), yang mewajibkan pihak debitur untuk melunasi hutangnya dalam jangka waktu tertentu, di mana sebagai imbalan jasanya, kepada pihak Kreditur (pemberi pinjaman) diberikan hak untuk mendapatkan bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan selama masa Kredit tersebut berlangsung.[3]
Pengertian Kredit dapat didefinisikan dalam beberapa golongan, yaitu:
  • Berdasarkan Etimologis.

Secara etimologis istilah Kredit berasal dari bahasa Latin, “credere”, yang berarti kepercayaan. Misalkan, seorang nasabah debitur yang memperoleh Kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapat kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian Kredit oleh bank kepada nasabah debitur adalah kepercayaan. Dengan demikian istilah Kredit memiliki arti khusus, yaitu meminjamkan uang (atau penundaan pembayaran). Apabila orang mengatakan membeli secara Kredit maka hal itu berarti si pembeli tidak harus membayarnya pada saat itu juga.[4]
  • Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian Kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.
  • Berdasarkan Pendapat Para Ahli

a. Savelberg menyatakan “Kredit” mempunyai arti antara lain:
  1. Sebagai dasar dari setiap perikatan (verbintenis) dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain.
  2. Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu.

b. Levy merumuskan arti hukum dari Kredit sebagai berikut:

Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima Kredit. Penerima Kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari”.

Di dalam istilah ini terkumpul dua pengertian yaitu sebab dan akibat. Yang merupakan sebab ialah bahwa penerima Kredit “dianggap mampu” untuk mengembalikan pinjamannya dibelakang hari, dan akibatnya ialah si penerima Kredit itu “dipercaya”. Ajaran Levy sudah menunjukkan kepada pengkhususan arti hukum dari “Kredit” yakni perjanjian pinjam uang. Ukuran yang dipergunakan Levy untuk kepercayaan itu adalah “kemampuan ekonomis” si debitur.
c. Raymond P. Kent, sebagaimana dikutip oleh Thomas Suyatno mengatakan bahwa

Kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta, atau pada waktu yang akan datang, karena penyerahan barang-barang sekarang”.

d. M. Jakile, mengemukakan bahwa Kredit adalah suatu ukuran kemampuan dari seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai ekonomis sebagai ganti dari janjinya untuk membayar kembali hutangnya pada tanggal tertentu. Menurutnya, dari definisi ini dapat disimpulkan 4 (empat) elemen yang penting pula, yaitu:
  1. Tidak seperti hibbah, transaksi Kredit menyaratkan peminjam dan pemberi Kredit untuk saling tukar menukar sesuatu yang bernilai ekonomis.
  2. Tidak seperti pembelian secara kontan transaksi Kredit mensyaratkan debitur untuk membayar kembali kewajibannya pada suatu waktu dibelakang hari.
  3. Tidak seperti hibbah maupun pembelian secara tunai, transaksi Kredit akan terjadi sampai pemberi Kredit bersedia mengambil risiko bahwa pinjamannya mungkin tidak akan dibayar.
  4. Sebegitulah jauh ia bersedia menanggung risiko, bila pemberi Kredit menaruh kepercayaan terhadap peminjam. Risiko dapat dikurangi dengan meminta kepada peminjam untuk menjamin pinjaman yang diinginkan, meskipun sama sekali tidak dapat dicegah semua risiko Kredit.

e. Drs. Muchdarsyah Sinungan, sebagaimana dikutip oleh Thomas Suyatno, memberikan pengertian “Kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang dengan suatu kontraprestasi berupa bunga”.
f. Ismail, mengemukakan bahwa Kredit merupakan penyaluran dana dari pihak pemilik dana kepada pihak yang memerlukan dana.
g. Drs. OP. Simorangkir, mengemukakan bahwa Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, yang dengan demikian transaksi Kredit menyangkut uang sebagai alat Kredit.
  • Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.

  1. Bila ditinjau pengertian Kredit menurut Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, menyebutkan bahwa: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan”.
  2. Berdasarkan pengertian Kredit di atas pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 11 mengalami sedikit perubahan, selengkapnya adalah sebagai berikut:[5] Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.

Dari dua pengertian dalam undang-undang perbankan tersebut terlihat adanya suatu perbedaan mengenai kontraprestasi yang akan diterima, semula kontraprestasi dari Kredit tersebut dapat berupa bunga, imbalan atau hasil keuntungan, sedangkan pada ketentuan yang baru kontraprestasi hanya berupa bunga saja. Latar belakang perubahan tersebut mengingat kontraprestasi berupa imbalan hasil keuntungan merupakan kontra prestasi yang khusus terdapat dalam pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sangat berbeda sekali penghitungannya dengan kontraprestasi berupa bunga.

Namun demikian dari kedua pengertian Kredit di atas, dalam ruang lingkup Kredit maka kontraprestasi yang akan diterima Kreditur pada masa yang akan datang berupa jumlah nilai ekonomi tertentu yang dapat beupa uang, barang, dan sebagainya. Dengan kondisi demikian maka tidak berlebihan apabila dari konteks ekonomi, Kredit mempunyai pengertian sebagai suatu penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang, dimana prestasi tersebut pada dasarnya akan berbentuk nilai uang.



Hasbi Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad, [1] Ismail, Manajemen Perbankan, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2010, h. 93.
[2] H. Moh. Tjoekam, PerKreditan Bisnis Inti Bank Komersial, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, h. 1.
[3] Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, h. 111.
[4] H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi Yogyakarta, Yogyakarta, 2005, h. 1.
[5] Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.