Sejarah Peradilan Militer Di Indonesia

SUDUT HUKUM | Peradilan Militer di Indonesia yang ada saat ini adalah merupakan penjelmaan dan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana diamanatkan Undang-undang Dasar 1945, dan Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 pasal 2 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengamanatkan adanya empat lingkungan Peradilan yaitu, penyelenggara kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan Peradilan Militer dan lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konsitusi.
Ketika Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia tidak/belum membentuk badan peradilan tetapi dengan sangat bijak dan guna menghindarkan kekosongan hukum maka Undang-undang Dasar tahun 1945 memuat Aturan Peralihan dalam pasal 2 yang menyatakan “Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini”.

Sejarah Peradilan Militer Di Indonesia

Dalam konteks keberadaan hukum di Indonesia, Indonesia mengalami paling tidak dua kali masa transisi. Transisi pertama saat Indonesia baru merdeka dan transisi yang kedua pada saat Presiden Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden yang sering diberikan label sebagai era “reformasi”.
Transisi pertama terjadi karena pemerintah yang baru dibentuk mengirimkan hukum yang berlaku adalah hukum yang muncul dalam masyarakat Indonesia, dilain pihak pemerintah yang baru tidak mungkin mengganti seluruh peraturan perundang-undangan yang ada berikut institusinya dalam waktu sekejap. Transisi kedua terjadi pasca berakhirnya pemerintahan Soeharto, transisi yang dialami adalah transisi hukum yang berfungsi sebagai alat kekuasaan dan legistimasi menjadi hukum sebagai instrumen yang menjadikan rujukan dan rel dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Saat ini sedang dibahas Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan terhadap Undang-undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer, oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Pemerintah. Dalam pembahasan tersebut muncul perdebatan tentang kewenangan dan Peradilan Militer sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 65 ayat (2) Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yang mengatur: “Prajurit tunduk kepada kekuasaan Peradilan Militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan Undang-undang”.
Pro dan kontra terjadi, argumentasi yang digunakan mereka yang menghendaki agar Peradilan Militer hanya untuk pelanggaran pidana militer adalah dalam sebuah negara yang demokratis harus ada supremasi sipil. Oleh karena itu pelanggaran pidana umum yang dilakukan oleh personil militer harus tunduk kepada kewenangan dan otoritas sipil.

Sementara yang menghendaki agar Peradilan Militer berwenang mengadili pelanggaran pidana dengan melihat status dan pelaku kejahatan mendasarkan pada sistem yang selama ini berlaku di Indonesia. Karena adanya pendapat pro dan kontra tentang jurisdiksi Peradilan Militer, alangkah baiknya terlebih dahulu. dibahas mengenai sejarah Peradilan Militer di Indonesia.