Eksekusi Putusan Pengadilan

SUDUT HUKUM | Sesuai dengan Pasal 270 KUHAP yang berbunyi “Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya”. Pasal 1 angka 6 huruf b jo Pasal 13 KUHAP dinyatakan bahwa Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan putusan pada uraian ini adalah putusan peradilan tingkat pertama dan memang tujuan akhir proses pemeriksaan perkara di Pengadilan Negeri, diambilnya suatu putusan oleh hakim yang berisi penyelesaian perkara yang disengketakan.17 Berdasarkan putusan itu, ditentukan dengan pasti hak maupun hubungan hukum para pihak dengan objek yang disengketakan.

Eksekusi Putusan Pengadilan

Penegakkan hukum yang ideal pada dasarnya merupakan tujuan yang hendak dicapai. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa dalam penegakan hukum semua hak dan kewajiban terlaksana dan terpenuhi disamping tercapainya tujuan dan proses penegakan hukum, baik itu jangka panjang maupun tujuan kontekstual.
Penegakan hukum merupakan penegakan kebijakan dengan proses pentahapan, yang meliputi:
  • Tahap penetapan pidana oleh pembuat undang-undang. Dalam penentuan kebijakan perundang-undangan merupakan langkah awal dalam penanggulangan kejahatan, yang secara fungsional dapa dilihat sebagai bagian dari perencanaan dan mekanisme penanggulangan kejahatan. Tahap penetapan pidana sering pula disebut dengan pemberian pidana in abstracto. Tahap penetapan tindak pidana merupakan tahap memformulasikan suatu kebijakan penegakan hukum yang intinya untuk kesejahteraan masyarakat, karena tujuan akhr dari suatu formulasi adalah agar ketentuan yang telah ditetapkan dapat berlaku dalam kehidupan masyarakat dan menemukan ketertiban dalam kehidupan masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari penetapan kebijakan kriminalisasi sebagai bagian dari perencanaan penanggulangan mencapai kesejahteraan masyarakat. Tahap ini merupakan suatu kebijakan legislative (formulatif), merupakan tahap paling strategis dari keseluruhan proses operasionalisasi/fungsionalisasi dan konkritisasi (hukum) pidana.
  • Tahap penerapan hukum pidana oleh badan yang berwenang, yang dapat pula disebut dengan tahap kebijakan yudikatif mulai dari kepolisian hingga pengadilan melalui tindakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan siding hingga putusan hakim.
  • Tahap pelaksanaan pidana atau yang dikenal dengan ekseskusi, yang merupakan pelaksanaan hukum pidana oleh aparat pelaksana pidana, tahap ini dikenal pula dengan tahap kebijakan eksekutif atau administrative, yaitu pemberian pidana secara in concreto.

Dengan pentahapan tersebut, terlihat bahwa tahap terakhir yaitu tahap eksekusi yaitu pemberian pidana secara in concreto mempunyai arti yang sangat penting dalam penegakan hukum, yaitu menegakkan aturan-aturan yang abstrak menjadi penegakan hukum yang konkrit. Ini menunjuka bahwa untuk menegakkan aturan-aturan yang abstrak memang dibutuhkan upaya untuk mengkonkritkannya. Dengan kata lain bahwa hukum yang in abstracto memerlukan proses tertentu untuk menjadikannya hukum yang in concreto.

Penegakan hukum selalu akan melibatkan manusia di dalamnya dan dengan demikian akan melibatkan tingkah laku manusia. Hukum tidak mungkin tegak dengan sendirinya, artinya ia tidak mampu untuk mewujudkan sendiri janji-janji serta kehendakkehendak yang tercantum dalam peraturan-peraturan hukum itu. Pendapat semacam ini serasi dengan apa yang dikemukakan oleh Satjipto Raharjo yang mengemukakan “Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide menjadi kenyataan, proses perwujudan ide-ide inilah merupakan hakekat dari penegakan hukum”.
Hal ini akan terlihat jelas dalam putusan hakim. Dalam putusan pengadilan (hakim) hanya berisikan atau memuat hal-hal yang bersifat abstrak (in abstracto) meskipun putusan tersebut berisikan pemidanaan, namun proses putusan hakim tersebut terikat dengan tata cara yang diatur undang-undang.
Putusan hakim yang dapat dilakukan eksekusi secara hukum hanyalah putusan hakim yang berisikan pemidanaan. Jenis putusan hakim ini adalah putusan yang membebankan suatu pidana kepada terdakwa karena perbuatan yang didakwakan terbukti adanya.
Adanya kesalahan terdakwa harus dibuktikan dengan minimal dua alat bukti dan hakim yakin akan kesalahan terdakwa itu berdasarkan alat bukti yang ada dan dengan adanya dua alat bukti serta adanya keyakinan hakim, berarti pula syarat untuk menjatuhka pidana telah terpenuhi. Adanya putusan hakim yang berisikan pemidanaan menjadi kewajiban Penuntut Umum untuk melaksanakannya (khusus dalam putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkracht van gewijsde).
Secara umum bahwa lembaga eksekusi pidana pembayaran uang pengganti hanya dikenal dalam tindak pidana korupsi, karena dalam tindak pidana korupsi yang sangat dirugikan adalah keuangan Negara. Sehingga ekseskusi terhadap uang pengganti pada tindak pidana korupsi pada dasarnya tidak terlepas dari tindak pidananya sendiri. Tindak pidana korupsi, secara etimologi berasal dari kata tindak pidana dan korupsi. Istilah tindak pidana merupakan istilah teknis yuridis dari bahasa Belanda “strafbarfeit” atau “delict” dengan pengertian perbuatan yang dilarang oleh peraturan hukum pidana dan terhadap pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana, sedangkan kata “korupsi” berasal dari bahasa latin “corruptive” atau “corruptus” yang secara harfiah berarti “busuk”.
Rujukan:
  1. Lilik Mulyadi, 2000. Tindak Pidana Korupsi. Citra Aditya Bakti,
  2. Satjipto Raharjo,tt, Masalah Penegakan Hukum (Suatu Tinjauan Sosiologis), BPHN, Jakarta.
  3. Yahya Harahap, Pelaksanaan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.