Mengedarkan Uang Palsu (Pasal 245 KUHP)

SUDUT HUKUM | Berikut adalah rumusan dari Pasal 245 KUHP:

Barangsiapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu olehnya sendiri, atau waktu diterima diketahuinya bahwa tidak asli atau dipalsu, ataupun barangsiapa menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang dan uang kertas yang demikian, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.”

Dalam rumusan pasal 245 tersebut di atas, ada 4 bentuk kejahatan mengedarkan uang palsu, yaitu:
  • Melarang orang yang dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank palsu sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu, uang palsu yang ditiru atau dipalsu olehnya sendiri.
  • Melarang orang yang waktu menerima mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang diketahuinya sebagai palsu, dengan sengaja mengedarkannya sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu.
  • Melarang orang yang dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank palsu, yang mana uang palsu itu ditiru atau dipalsu olehnya sendiri dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu.
  • Melarang orang yang dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang waktu diterimanya diketahuinya sebagai uang palsu, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan seperti uang asli dan tidak dipalsu.

Mengedarkan Uang Palsu (Pasal 245 KUHP)

Keempat bentuk kejahatan mengedarkan uang palsu tersebut, bila bentuk satu per satu dirinci, terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
Bentuk Pertama
a) Unsur unsur objektif:
1. Perbuatan: Mengedarkan sebagai asli dan tidak dipalsu;
2. Objeknya:
a) Mata uang tidak asli atau dipalsu;
b) Uang kertas negara tidak asli atau dipalsu;
c) Uang kertas bank tidak asli atau dipalsu;
3. Tidak asli atau palsunya uang itu karena ditiru atau dipalsu olehnya sendiri;
b) Unsur subjektif:
4. Dengan sengaja.
Bentuk Kedua
a) Unsur unsur objektif:
1. Perbuatan: Mengedarkan sebagai asli dan tidak dipalsu;
2. Objeknya:
a) Mata uang tidak asli atau dipalsu;
b) Uang kertas negara tidak asli atau dipalsu;
c) Uang kertas bank tidak asli atau dipalsu;
3. Yang tidak asli atau palsunya itu diketahuinya pada saat diterimanya.
b) Unsur subjektif:
4. Dengan sengaja.
Bentuk Ketiga
a) Unsur-unsur objektif:
1. Perbuatan:
a) Menyimpan;
b) Memasukkan ke Indonesia;
2. Objeknya:
a) Mata uang tidak asli atau dipalsu;
b) Uang kertas negara tidak asli atau dipalsu;
c) Uang kertas bank tidak asli atau dipalsu;
3. Yang ditiru atau dipalsu olehnya sendiri.
b) Unsur subjektif:
4. Dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai asli dan tidak dipalsu.
Bentuk Keempat
a) Unsur-unsur objektif:
1. Perbuatan:
a) Menyimpan;
b) Memasukkan ke Indonesia;
2. Objeknya:
a) Mata uang palsu atau dipalsu;
b) Uang kertas negara palsu (tidak asli) atau dipalsu;
c) Uang kertas negara tidak asli atau dipalsu;
3. Yang tidak asli atau palsunya itu diketahuinya pada saat diterimanya.
c) Unsur subjektif:
4. Dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai asli dan tidak dipalsu.
Berdasarkan penjabaran mengenai bentuk-bentuk kejahatan yang dimaksud dalam Pasal 245 KUHP, dapat diketahui terdapat beberapa persamaan dan perbedaan.

Dalam kejahatan mengedarkan uang palsu bentuk pertama dan bentuk kedua, unsur objektif berupa perbuatan dan objeknya adalah sama. Selain itu unsur subjektifnya juga sama, yaitu dengan sengaja.

Yang menjadi pembeda adalah di unsur objektif yang ketiga. Dalam kejahatan mengedarkan uang palsu bentuk pertama, pelaku yang mengedarkan uang palsu berperan juga sebagai pemalsu atau peniru uang palsu itu. Sedangkan pada kejahatan mengedarkan uang palsu bentuk kedua, ada pelaku lain yang membuat uang palsu. Jadi, pengedar dan pembuat adalah dua pelaku yang berbeda.

Pada bentuk kejahatan mengedarkan uang palsu bentuk ketiga dan keempat, persamaannya terdapat pada unsur perbuatan, objeknya, dan unsur subjektif. Sedangkan perbedaannya adalah sama dengan perbedaan antara yang bentuk pertama dan bentuk kedua.

Bahwa pada bentuk ketiga tidak asli atau palsunya uang itu disebabkan oleh perbuatan meniru atau memalsu yang dilakukannya sendiri. Berarti sebelum pelaku melakukan perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia, ia terlebih dulu melakukan perbuatan meniru atau memalsu terhadap uang itu.
Kejahatan mengedarkan uang palsu bentuk keempat tidak mengharuskan pelaku penyimpan atau pelaku yang memasukkan uang palsu ke Indonesia tersebut berperan sekaligus sebagai pembuat atau peniru. Pelaku pembuatan atau peniruan uang palsu itu bisa merupakan orang lain yang sama sekali tidak perlu dikenalnya. Yang dijadikan pertimbangan pada kejahatan bentuk keempat adalah kesadaran pelaku saat menerima uang, bahwa uang yang disimpan atau dibawa masuk ke Indonesia olehnya adalah uang palsu.

a) Perbuatan: (a) Mengedarkan, (b) Menyimpan dan (c) Memasukkan ke Indonesia
Perbuatan mengedarkan, menyimpan, dan memasukkan ke Indonesia haruslah terjadi setelah adanya uang kertas yang tidak asli atau dipalsu. Perbuatan mengedarkan terdapat pada bentuk kejahatan pertama dan kedua. Untuk terwujudnya kejahatan maka perbuatan mengedarkan harus sudah selesai dilakukan. Artinya uang palsu (tidak asli atau dipalsu) tersebut sudah tidak berada dalam kekuasaannya lagi.

Berlainan dengan perbuatan menyimpan dimana perbuatannya sangat berlawanan dengan mengedarkan. Jika dalam perbuatan mengedarkan pelaku melepas uang palsu dari kekuasaanya kepada orang lain, maka dalam perbuatan menyimpan justru sebaliknya dimana kekuasaan atas uang palsu beralih dari orang lain kepada si pelaku.
Perbuatan menyimpan sebetulnya tidak termasuk dalam pengertian mengedarkan karena pengertiannya berlawanan dengan pengertian mengedarkan. Perbuatan itu dimasukkan dalam rumusan Pasal 245 berhubung dengan maksud dari penyimpanannya itu adalah untuk diedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu.
Perbuatan yang ketiga yaitu memasukkan uang palsu ke Indonesia. Maksud dari perbuatan ini adalah bahwa sebelumnya uang palsu berasal dari luar negara Indonesia.

b) Mata Uang, Uang Kertas Negara dan Uang Kertas Bank
Uang terdiri dari mata uang dan uang kertas. Mata uang berupa uang yang terbuat dari bahan logam seperti emas, tembaga, perak, dan lain sebagainya. Uang kertas dibedakan menjadi dua macam, yakni uang kertas negara dan uang kertas bank. Uang kertas negara adalah uang kertas yang dikeluarkan oleh negara, dan uang kertas bank adalah uang kertas yang dikeluarkan oleh suatu bank yang ditunjuk oleh pemerintah. Di Indonesia bank yang ditunjuk pemerintah ini adalah Bank Indonesia.
Objek uang yang dimaksud dalam Pasal 245 tidak hanya mata uang dan uang kertas Indonesia (Rupiah) saja, tetapi juga termaksud bagi mata uang dan uang kertas asing.

c) Palsunya Uang Disebabkan karena Perbuatan Meniru atau Memalsu yang Dilakukan Olehnya Sendiri
Dalam melakukan pengedaran uang palsu, pelaku bisa juga berperan sebagai pemalsu. Maksudnya adalah sebelum tindak pengedaran uang palsu terjadi, pelaku sendiri lah yang membuat uang palsu.

d) Dengan Sengaja
Unsur kesengajaan ini berarti si pelaku harus tahu bahwa barang-barang tersebut adalah uang palsu. Pelaku tidak perlu mengetahui bahwa, berhubung dengan barang-barang itu, telah dilakukan tindak pidana pembuatan uang palsu atau memalsukan uang asli.[1]
e) Pada Saat Menerima Diketahuinya Bahwa Uang itu Palsu
Pada kejahatan mengedarkan uang palsu bentuk kedua dan keempat, ada unsur pada saat menerima diketahuniya bahwa uang itu palsu (tidak asli dan atau dipalsu). Dalam kalimat ini ada 3 hal yakni: (1) pada saat menerima uang, (2) adanya kenyataan uang itu palsu atau dipalsu dan (3) kenyataan palsunya uang diketahui olehnya.

f) Dengan Maksud untuk Mengedarkan atau Menyuruh Mengedarkan sebagai Uang Asli dan Tidak Dipalsu
Dalam kalimat dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu, mengandung pengertian: (a) perbuatan menyimpan dan memasukkan ke Indonesia dilakukan dengan sengaja dan bukan dengan atau karena culpa, (b) dalam menyimpan dan memasukkan uang palsu ke Indonesia didorong oleh suatu kehendak untuk mengedarkannya atau menyuruh mengedarkannya sebagai uang asli dan tidak dipalsu, dan (c) ia mengetahui bahwa uang itu tidak asli dan dipalsu.



[1] Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 178.