Pertimbangan Hukum

SUDUT HUKUM | Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pertimbangan adalah pendapat mengenai baik dan buruk. Sedangkan Hukum adalah undang-undang atau peraturan untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat. Jadi pertimbangan hukum dapat diartikan sebagai suatu pendapat hakim yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan mengenai dampak baik dan buruk suatu putusan hakim. Pertimbangan hukum erat kaitannya dengan penalaran hukum. Untuk menghasilkan pertimbangan hukum yang baik, seorang hakim harus melakukan proses penalaran hukum.
Penalaran hukum adalah kegiatan berfikir problematis dari subjek hukum (manusia) sebagai makhluk individu dan sosial dalam lingkaran kebudayaannya. Penalaran hukum tidak mencari penyelesaian ke ruang-ruang terbuka tanpa batas. Ada tuntutan bagi penalaran hukum untuk menjamin stabilitas dan prediktabilitas dari putusannya dengan mengacu pada sistem hukum positif. Demi kepastian hukum, argumentasi yang dilakukan harus mengikuti asas penataan ini, sehingga putusan-putusan (antara hakim yang satu dengan hakim lainnya dalam mengadili kasus yang serupa) relatif terjaga konsistensinya (similia similibus).

Pertimbangan Hukum

Penalaran hukum merupakan suatu kegiatan berfikir dalam usaha menemukan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, terutama hakim. Penalaran hukum perlu dilakukan oleh hakim agar putusan yang dihasilkan tidak hanya corong terhadap undang-undang tetapi juga harus berkeadilan dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
Menurut Arief Sidharta, kegiatan berfikir seorang hakim dalam upaya menemukan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu berfikir aksiomatis dan berfikir problematis. Berfikir aksiomatis dimulai dari kebenaran yang tidak diragukan lagi sehingga cukup mudah untuk sampai pada kesimpulan yang mengikat. Berfikir aksiomatis diperlukan untuk menemukan landasan dan pembenaran atas suatu pendapat dengan memperhatikan kesalingterkaitan antara persoalan hukum dengan ketentuan hukum dan antara ketentuan hukum yang satu dengan ketentuan hukum lainnya. Sedangkan berfikir secara problematis, persoalan utamanya bukanlah menemukan dasar hukum, melainkan alasan hukum yang paling dapat diterima.
Penalaran hukum sebagai kegiatan berfikir problematis, memerhatikan stabilitas dan prediktabilitas putusan yang mengacu pada sistem hukum positif. Oleh karena itu, meskipun argumentasi hukum identik dengan kegiatan berfikir problematis, namun demikian tidak semua kegiatan berfikir problematis dapat dikualifikasikan sebagai penalaran hukum.
Berkaitan dengan hal di atas, Sidartha menjelaskan bahwa Penalaran hukum dituntut memperhatikan sistem hukum positif. Selain itu, hakim juga harus memperhatikan hukum penalaran. Secara sederhana hukum penalaran merupakan hukum silogisme yang dikenal sebagai cara menemukan kebenaran logis dengan memperhatikan kebenaran antara premis dan konklusi. Silogisme saja tidak cukup dalam kegiatan penalaran hukum karena premis-premis hukum bukanlah suatu pemberian (not given), melainkan harus diciptakan. Aturan hukum sebagai premis mayor selalu memerlukan kualifikasi dalam konteks kenyataan faktual yang konkrit. Terlebih lagi bila dihadapkan pada kenyataan dinamika kehidupan yang selalu memunculkan situasi hukum baru seiring dengan perkembangan zaman.

Rujukan:
  • Sidartha, Karakteristik Penalaran Hukum dalam Konteks Keindonesiaan, (Bandung: Utomo, 2006),
  • Bernard Arief Sidharta, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum: Sebuah Penelitian tentang Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum dalam Konteks Keindonesiaan, (Bandung: Mandar Maju, 2009),
  • Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005).