Landasan hukum Wesel Pos

SUDUT HUKUM | Adapun landasan hukum penyelenggaraan Pos di tanah air sejak tahun 1959 adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1959, dengan adanya kemajuan zaman, maka Undang-undang tersebut tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan perposan dewasa ini, maka landasan tersebut perlu diadakan penyempurnaan, sehubungan dengan hal tersebut pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 6 tahun 1984 tentang Pos dan Giro sebagai pengganti Undang-undang nomor 4 tahun 1959, adapun yang diatur dalam undang-undang tersebut mengenai penyelenggaraan pengusahaan Pos dan Giro ditanah air. Kemudian diganti kembali dengan diundangkannya undang-undang nomor 38 tahun 2009 tentang Pos. Dan Undang-undang Hukum Dagang pasal 100 sampai pasal 173.

Dengan adanya berbagai macama bentuk dari Wesel pos yang dikembangkan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) maka senantiasa dalam pelaksanaannya sering timbul berbagai masalah yang berhubungan dengan masalah wesel pos tersebut sebagaimana dirumuskan dalam permasalahan diatas, yaitu adanaya wesel yang terlambat dapat diuangkan dan lain sebagainya.

Berkenaan dengan terlambat dapat diuangkannya wesel pos yang telah dikirimkan oleh seseorang maka dalam laporan hukum perjanjian dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut adalah wanprestasi, yaitu apabila seseorang:
  • Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
  • Melakukan apa yang diperjanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
  • Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
  • Melakukan sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh dilakukan.