Pemeriksaan Saksi

Pemeriksaan Saksi pada Tahap penyidikan

Apabila penyidik mengetahui bahwa suatu tindak pidana telah terjadi baik diketahuinya melalui laporan, pengaduan, tertangkap tangan, maupun diketahui sendiri oleh penyidik, maka dalam hal ini petugas kejadian perkara untuk mengumpulkan bukti-bukti yang cukup dan dianggap ada kaitannya dengan tindak pidana yang telah terjadi.

Keberadaan dari alat bukti berupa seorang saksi hidup akan sangat membantu dalam penyelesaian suatu tindak pidana jika dibandingkan dengan saksi mati atau saksi diam, akan meningkat dan semakin canggih, seperti sekarang ini semakin moderennya cara-cara dalam hal yang menghidupkan saksi mati dengan berbagai alat-alat yang mempermudah antara lain adanya sistem / cara kimia dan biologi dibidang genetika dan bidang-bidang lain maka keberadaan bukti matipun semakin dapat diperitungkan dalam arti bahwa bukti mati tersebut dapat lebih dipercaya kebenarannya dari bukti hidup seperti manusia yang mungkin saja masih dapat memberikan keterangan yang tidak benar apa yang sesungguhnya ia dengar, lihat dan ketahui sendiri.

Keterangan saksi yang diberikann di luar persidangan tidak bernilai sebagai alat bukti yang sah, sebab telah dinyatakan dalam Pasal 185 ayat (1) KUHAP bahwa keterangan saksi bernilai sebagai alat bukti yang sah apabila dinyatakan di sidang pengadilan.

Dalam hal ini keterangan saksi tersebut hanya merupakan dasar untuk pemeriksaan selanjutnya dipersidangan. Memeriksa atau meminta keterangan saksi-saksi tersebut dipanggil oleh pejabat penyidik yang berwenang, jika saksi yang dipanggil itu tidak datang dengan alasan yang dapat diterima, maka pemeriksaan dapat diundur waktunya. Menurut Pasal 112 KUHAP penyidik yang melakukan pemeriksaan dengan menyebutkan alasan pemanggilan yang jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan itu.

Orang yang dipanggil wajib datang pada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya. Surat penggilan yang sah artinya surat panggilan yang ditandatangani oleh pejabat penyidik yang berwenang. Jikalau seorang atau saksi yang dipanggil memberikan alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, maka penyidik itu harus datang ketempat kediamannya (Pasal 113 KUHAP).

Tetapi jika saksi telah dipanggil secara sah tidak datang dengan alasan yang tidak dapat diterima, maka saksi tersebut dapat dipidana menurut Pasal 224 KUHAP menyatakan barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut Undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan Undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan Undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam:
  1. Dalam perkara pidana dengan pidana penjara selama paling lama sembilan bulan;
  2. Dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.

Pemeriksaan saksi pada waktu penyidikan (diluar sidang persidangan) adalah tidak disumpah, jadi saksi yang disumpah adalah saksi yang disebabkan oleh hal-hal tertentu (seperti tempat tinggal saksi yang jauh atau saksi lanjut usia) dalam memberikan keterangannya, harus disumpah terlebih dahulu oleh pejabat yang berwenang. Sedangkan saksi yang tidak disumpah adalah saksi yang mudah untuk dihubungi masih mungkin untuk dimintai keterangan sewaktuwaktu.

Keadaan seperti i ni terjadi pada tahap penyidikan berlangung. Yurisprudensi nomor 1986 K/Pid/1989 tanggal 21 Maret 1990 tersebut dijelaskan bahwa Mahkamah Agung tidak melarang apabila jaksa penuntut umum mengajukan saksi mahkota di persidangan dengan syarat bahwa saksi ini dalam kedudukannya sebagai terdakwa tidak termasuk dalam satu berkas perkara dengan terdakwa yang diberikan kesaksian. Selain itu, dalam yurisprudensi tersebut juga telah diberikan suatu definisi tentang saksi mahkota yaitu teman terdakwa yang melakukan tindak pidana bersama-sama diajukan sebagai saksi untuk membuktikan dakwaan penuntut umum, yang perkara diantaranya dipisah karena kurangnya alat bukti.

Berdasarkan hal tersebut, maka pengajuan saksi mahkota sebagai alat bukti dalam perkara pidana didasarkan pada kondisi-kondisi tertentu., yaitu dalam hal adanya perbuatan pidana dalam bentuk penyertaan dan terhadap perbuatan pidana bentuk penyertaan tersebut diperiksa dengan mekanisme pemisahan (splitsing), serta apabila dalam perkara pidana bentuk penyertaan tersebut masih terdapat kekurangan alat bukti, khususnya keterangan saksi. Hal ini tentunya bertujuan agar terdakwa tidak terbebas dari pertanggungjawabannya sebagai pelaku perbuatan pidana.

Pemeriksaan Saksi pada Tahap Persidangan

Penyidikan merupakan awal dari proses peradilan pidana. Tujuan penyidikan adalah guna mencari titik terang dari tindak pidana yang terjadi yakni siapa pelaku dari tindak pidana tersebut. Setelah jelas peristiwa yang terjadi adalah tindak pidana dan jelas siapa pelaku serta didukung oleh bukti-bukti yang kuat kearah terjadinya tindak pidana dan jelas siapa pelaku serta didukung oleh bukti-bukti yang kuat kearah terjadinya tindak pidana tersebut barulah penyidik melimpahkan tugasnya kepada jaksa penuntut umum untuk dilanjutkan kepersidangan.

Antara apenyidikan dan penuntutan mempunyai hubungan yang erat dimana berhasil atau tudaknya penuntutan disidang pengadilan tidak terlepas dari hasil penyidikan, karena kalau hasilpenyidikan tidak menyakinkanadanya tindak pidana, maka penuntut juga tidak berhasil dilakukan. Penuntutan menurut Pasal 1 butir 7 KUHAP adalah tidakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur menurut Undang-undang ini dengan permintaan agar diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

Apabila penuntut umum telah mengambil langkah untuk melakukan penuntutan, maka dengan tindakan itu ia menyatakan penuntutan, maka dengan tindakan itu ia menyatakan pendapatnya secara positif, meskipun bersifat sementara, bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana dan seharusnya dijatuhi pidana. Sebelum melakukan penuntutan, penuntutan umum terlebih dahulu mempelajari berkas perkara, apakah cukup bahan-bahan keterangan atau bukti-bukti yang ada telah dapat membuktikan terdakwa telah melakukan tindak pidana.

Inilah yang dinamakan pra penuntutan. Apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tidak memenuhi persyaratan untuk melakukan penuntutan, karena bukti-bukti itu tidak cukup dan juga tidak tidak mungkin dilengkapi, maka ia mengambil keputusan untuk menghentikan penuntutan. Jika penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan telah lengkap dan dilakukan penuntutan, maka ia dapat melimpahkan perkara ke pengadilan negeri, dengan permintaan agar segera diadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan.

Hal ini diatur dalam Pasal 139 KUHP. Pidana dapat dibedakan 3 macam:
  • Perkara biasa, yang diatur dalam Pasal 152-202 KUHAP, dimana pelimpahan perkara ke pengadilan dilakukan oleh penuntut umum dengan surat pelimpahan disertai surat dakwaan. Perkara yang diperiksa secra biasa yaitu perkara yang sulit pembuktian dan penerapan hukumnya.
  • Perkara singkat, yang diatur dalam Pasal 203-204 KUHAP, adlah perkara kejahatan ataupun pelanggaran yang tidak termasuk tindak pidan ringan yang menurut penuntut umum pembuktian dan penerapan hukumnya mudah serta sifatnya sederhana. Dalam perkara ini penuntut umum pembuktian dan penerapan hukumnya mudah serta sifatnya sederhana. Dalam perkara ini penuntut umum menghadapkan terdakwa, saksi ahli, juru bahasa dan barang-barang bukti. Tidak pidana yang didakwakan diberitahu dengan lisan kepada terdakwa atau penasehat hukum.
  • Perkara cepat, yang diatur dalam pasal 205-210 KUHAP, yaitu mengenai penjara/kurungan maksimum tiga bulan dan atau denda Rp. 7.500,- dan penghinaan ringan.
Pemeriksaan perkara disidang, hakim berhak mengubah cara pemeriksaan perkara itu, misalnya dalam penuntut umum mengajukan pemeriksaan secara singkat tapi hakim mengajukan harus diperiksa secara biasa. Hal ini mengakibatkan surat tuduhan atau surat dakwaan dalam bentuk tertulis dan hal ini juga mempunyai akibat hukum yang kepada batas hukum yang dijatuhkan oleh hakim.

Kasus ini telah biasa disidangkan dalm arti telah lengkap semua bahan yang diperlukan, maka untuk pertama kalinya terdakwa dipanggil masuk untuk mendengarkan dakwaan jaksa penuntut umum setelah sebelumnya identitas terdakwa dibacakan oleh hkim yang bersangkutan. Selanjutnya pemeriksaan dilakukan terhadap para saksi yang ada yang akan memberikan keterangan di sidang pengadilan, yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi (Pasal 160 ayat (1) butir (b) KUHAP).

Keterangan yang diberikan oleh saksi dipersidangan pengadilan mempunyai nilai sebagai alat bukti yang sah, seperti yang disebutkan didalam Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Keterangan saksi ini berguna untuk membuktikan salah atau tidaknya tersangka atau terdakwa.