Peraturan Daerah

SUDUT HUKUM | Peraturan daerah menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah peraturan daerah provinsi dan atau peraturan daerah kabupaten/kota. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan, peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah.


Peraturan daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang dibentuk dengan memperhatikan ciri khas kultur dan budaya masing-masing daerah. Menurut ketentuan Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Bagir Manan seperti yang dikutip Hestu Cipto Handoyo (2008 : 125) berpendapat bahwa peraturan daerah itu semacam undang-undang.


Alasan yang dipakai untuk melandasi argumentasi tersebut adalah:

  • Ditinjau dari aspek organ pembentukannya, peraturan daerah dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah. Secara prinsipiil peraturan daerah itu dibentuk oleh organ daerah yang diberi kewenangan atribusi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
  • Ditinjau dari aspek substansinya, peraturan daerah itu dibentuk dan dilaksanakan untuk mengatur dan mengurus kewenangan-kewenangan otonomi dan tugas pembantuan yang berasal dari pemerintahan yang lebih tinggi tingkatannya. Kewenangan otonomi dan tugas pembantuan itu merupakan manifestasi dari prinsip pemisahan kekuasaan. Oleh sebab itu sangat wajar apabila substansi dari peraturan daerah pada hakikatnya merupakan pelaksanaan norma hukum dari jenis peraturan perundang-undangan tingkat pusat yang dipencarkan sampai tingkat daerah.
Peraturan daerah merupakan konsekwensi penerapan prinsip desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Pasal 136 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa ”peraturan daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan”.


Materi muatan dalam peraturan daerah adalah mengatur urusan-urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada daerah. Berdasarkan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi muatan peraturan daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah dan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.


Mengenai ruang lingkup dari peraturan daerah, pada Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dijelaskan bahwa peraturan daerah meliputi:

  1. Peraturan daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur.
  2. Peraturan daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota.
  3. Peraturan desa/peraturan yang setingkat dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Pembentukan peraturan daerah harus sesuai atau berdasarkan asas-asas hukum umum dan asas-asas hukum khusus pembentukan peraturan perundang-undangan. Asas-asas pembentukan peraturan daerah ini disebutkan dalam Pasal 5 dan penjelasan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Jo. Pasal 137 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa peraturan daerah dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi:

  • Asas kejelasan tujuan, maksudnya bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas.
  • Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, maksudnya bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
  • Asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan, maksudnya bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya.
  • Asas dapat dilaksanakan, maksudnya bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
  • Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, maksudnya bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  • Asas kejelasan rumusan, maksudnya bahwa dalam membentuk setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sehingga sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
  • Asas keterbukaan, maksudnya bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan seluasluasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.