Perlindungan, Bantuan Hukum dan Pertanggungjawaban Diskresi Kepolisian

SUDUT HUKUM | Perlindungan dan bantuan dalam diskresi kepolisian terdapat pada Pasal 12 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, yang menyatakan bahwa anggota Polri yang menggunakan kekuatan dalam pelaksanaan tindakan kepolisian sesuai dengan prosedur yang berlaku berhak mendapatkan perlindungan dan bantuan hukum oleh Polri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 ayat (2) menyatakan bahwa hak anggota Polri tersebut wajib diberikan oleh institusi Polri.

Pertanggung jawaban dalam diskresi kepolisian terdapat pada Pasal 13, yaitu sebagai berikut:
  1. Setiap individu anggota Polri wajib bertanggung jawab pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang dilakukannya.
  2. Dalam hal pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang didasarkan pada perintah atasan/pimpinan, anggota Polri yang menerima perintah tersebut dibenarkan untuk tidak melaksanakan perintah, bila perintah atasan/pimpinan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
  3. Penolakan pelaksanaan perintah atasan/pimpinan untuk menggunakan kekuatan dalam tindakan kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dapat dipertanggungjawabkan dengan alasan yang masuk akal.
  4. Atasan/pimpinan yang memberi perintah kepada anggota Polri untuk melaksanakan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, harus turut bertanggung jawab atas resiko/akibat yang terjadi sepanjang tindakan anggota tersebut tidak menyimpang dari perintah atau arahan yang diberikan.
  5. Pertanggungjawaban atas resiko yang terjadi akibat keputusan yang diambil oleh anggota Polri ditentukan berdasarkan hasil penyelidikan/penyidikan terhadap peristiwa yang terjadi oleh Tim Investigasi.
  6. Tim Investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibentuk sesuai ketentuan yang berlaku.

Pengawasan dan pengendalian dalam diskresi kepolisian terdapat pada Pasal 14 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, yaitu:
  • Setiap pimpinan sebelum menugaskan anggota yang diperkirakan akan menggunakan kekuatan dalam tindakan kepolisian wajib memberikan arahan kepada anggota yang ditugaskan mengenai penggunaan kekuatan.
  • Setiap anggota yang menggunakan kekuatan dalam tindakan kepolisian wajib memperhatikan arahan pimpinan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (1) dan menjadikannya sebagai pertimbangan dalam menerapkan diskresi kepolisian
  • Setiap pelaksanaan tindakan kepolisian yang menggunakan kekuatan, anggota Polri yang melaksanakan penggunaan kekuatan kekuatan wajib secara segera melaporkan pelaksanaannya kepada atasan langsung secara tertulis dalam bentuk formulir penggunaan kekuatan
  • Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat: (a) tanggal dan tempat kejadian; (b) uraian singkat peristiwa tindakan pelaku kejahatan atau tersangka, sehingga memerlukan tindakan kepolisian; (c) alasan/pertimbangan penggunaan kakuatan; (d) evaluasi hasil penggunaan kekuatan; (e) akibat dan permasalahan yang ditimbulkan oleh penggunaan kekuatan tersebut.
  • Informasi yang dimuat dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk: (a) bahan laporan penggunaan kekuatan; (b) mengetahui tahapan penggunaan kekuatan yang telah digunakan; (c) mengetahui hal-hal yang terkait dengan keselamatan anggota Polri dan/atau masyarakat; (d) bahan analisa dan evaluasi dalam rangka pengembangan dan peningkatan kemampuan professional anggota Polri secara berkesinambungan; (e) bahan pertanggungjawaban hukum penerapan penggunaan kekuatan; (f) bahan pembelaan hukum dalam hal terjadi gugatan pidana/perdata terkait penggunaan kekuatan yang dilakukan oleh anggota Polri yang bersangkutan.