Perlindungan Hukum pada Anak Sebagai Saksi

SUDUT HUKUM | Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan anak sebagai saksi diatur sebagai berikut:

  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
Pasal 1 angka (26) dikatakan bahwa “Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepenttingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang uatu perkaa pidana yang ia dengar sendiri, dan ia alami sendiri.”

Dalam Pasal 1 angka (27) dikatakan bahwa keterangan saksi adalah suatu alat bukti dalam peradilan pidana.

Perlindungan saksi dalam KUHAP hanya mencakup perlindungan hak-hak saksi dalam proses sidang peradilan. Hal ini dilihat dalam pasal sebagai berikut:


Pasal 117 Saksi tidak boleh dalam keadaan tertekan atau ditekan. Pasal 166 Menyatakan bahwa pertanyaan yang diajukan oleh penuntut umum dan penaehat hukum kepada terdakwa maupun saksi tidak boleh besifat menjerat.

Pasal 177 Saksi berhak mendapat penerjemah Pasal 229 Saksi memiliki hak untuk mendapatkan penggantian biaya yang dikeluakan guna ia datang ke persidangan.


  • Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Dalam Pasal 34 dikatakan bahwa:
  1. Setiap koban dan saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat berhak atas pelindungan fiik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun.
  2. Pelindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan secara cuma-cuma.
  3. Ketentuan mengenai tata cara perlindungan terhadap koban dan saksi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pada Pasal 35 dinyatakan bahwa:

  1. Setiap koban dan saksi dalam pelanggaan hak asasi manusia yang berat dan atau ahli warisnya dapat memperoleh kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi.
  2. Kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicantumkan dalam amar putusan Pengadilan HAM.
  3. Ketentuan mengenai kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
  • Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pada Pasal 38 menyatakan bahwa:

Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap saksi dan/atau korban anak dilakukan dengan memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak dengan tidak memakai toga atau pakaian dinas.”

Pada Pasal 39 disebutkan:

  1. Sidang tindak pidana perdagangan orang untuk memeriksa saksi dan/atau korban anak dilakukan dalam sidang tertutup.
  2. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) saksi dan/atau koban anak wajib didampingi orang tua, wali, orang tua asuh, advokat, atau pendamping lainnya.
  3. Pemeriksaan terhadap saksi dan/atau korban anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan tanpa kehadiran terdakwa.
Pasal 40 menyatakan bahwa:

  1. Pemeriksaan terhadap saksi dan/atau korban anak, atas persetujuan hakim, dapat dilakukan di luar sidang pengadilan dengan perekaman.
  2. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang.
  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Pasal 1 angka 5 UU SPPA:

Anak yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut anak saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri”

Pada Pasal 2, UU SPPA dilaksanakan berdasarkan asas:

  1. perlindungan;
  2. nondiskriminasi;
  3. kepentingan terbaik bagi anak;
  4. penghargaan terhadap pendapat anak;
  5. kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak;
  6. pembinaan dan pembimbingan anak;
  7. proporsional; dan
  8. perampasan kemerdekaan merupakan upaya terakhir
Pada Pasal 2 ayat (2) mengatur bahwa:

Dalam setiap tingkat pemeiksaan, Anak Koban atau Anak Saksi wajib didampingi oleh orang tua dan/atau orang yan dipercaya oleh Anak Korban dan/atau Anak Saksi, atau Pekerja Sosial.”

Dalam Pasal 90 ayat (1) bahwa Anak Saksi berhak atas:

  1. upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga;
  2. jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; dan
  3. kemudahan dalam mendapatkan infomasi mengenai pekembangan perkara.
Pasal 91 ayat (3) menjelaskan bahwa Anak Saksi berhak memperoleh rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, dan reintegrasi sosial dari lembaga atau instansi yang menangani perlindungan anak. Pada ayat (4) dikatakan pula bahwa Anak Saksi yang memerlukan perlindungan dapat memperoleh perlindungan dari lembaga yang menangani perlindungan saksi dan korban atau rumah perlindungan sosial sesuai.
  • Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 bahwa perlindungan saksi dan korban bertujuan memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan pada setiap proe peradilan pidana.

Pada Pasal 5 disebutkan bahwa Saksi dan Korban berhak:

  1. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;
  2. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;
  3. Memberikan keterangan tanpa tekanan;
  4. Mendapat penerjemah;
  5. Bebas dari pertanyaan yang menjerat;
  6. Mendapat informasi mengenai perkembangan kasus;
  7. Mendapat informasi mengenai putusan pengadilan;
  8. Mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan;
  9. Dirahasiakan identitasnya;
  10. Mendapat identitas baru;
  11. Mendapat tempat kediaman sementara;
  12. Mendapat tempat kediaman baru;
  13. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;
  14. Mendapat nasihat hukum;
  15. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir; dan/atau
  16. Mendapat pendampingan.
  • Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Anak dalam rumusan undang-undang ini yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dan dalam Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa:

perlindungan anak adalah segala upaya kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembbang. Dan berpartiipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Dalam Pasal 59 ayat (1) dikatakan:

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Lembaga Negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus kepada Anak.”

Pada Pasal 64 disebutkan bahwa perlindungan khusus bagi Anak yang berhadapan dengan hukum dilakukan melalui:

  1. Perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
  2. Pemisahan dari orang dewasa;
  3. Pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
  4. Pemberlakuan kegiatan rekresional;
  5. Pembebasan dan penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat dan derajatnya;
  6. Penghindaran dai penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur hidup;
  7. Penghindaan dari penangkapam, penahanan atau penjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;
  8. Pemberian keadilan di muka pengdilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tetutup untuk umum;
  9. Penghindaan dai publikasi atas identitasnya;
  10. Pemberian pendampingan Oang Tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak;
  11. Pemberian advokasi sosial;
  12. Pemberian kehidupan pibadi;
  13. Pembeian aksesibilitas, terutama bagi Anak Penyandang Disabilitas;
  14. Pemberian pendidikan;
  15. Pemberian pelayanan kesehatan; dan
  16. Pemberian hak lain sesuai dengan ketentuan peratuan perundang-undangan.