Proses dan Perubahan Undang-Undang Dasar 1945

SUDUT HUKUM | Perubahan UUD 1945 tidak dilakukan secara tiba-tiba, akan tetapi dimulai dengan tahapan-tahapan perubahan. Proses perubahan pada tahap awal dimulai dengan adanya tuntutan reformasi dalam segala bidang khususnya dalam bidang ketatanegaraan, memperhatikan partisipasi publik dengan melakukan penyerapan aspirasi masyarakat dan melakukan pembahsan dari anlisa lapangan di lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Dinamika perubahan UUD 1945 diawali dengan pemberian pandangan umum fraksi-fraksi MPR, kemudian dibahas lebih lanjut oleh panitia Ad Hoc III, setelah dilakukan pembahasan hasil kajian PAH III tersebut dibahas dan diambil keputusan pada Rapat Badan Pekerja MPR dan diajukan pada sidang umum untuk pengesahan hasil amandemen yang telah disepakati secara mufakat.

Dalam kajian hukum tata negara, dikenal adanya dua cara perubahan undang-undang dasar (UUD) sebagai konstitusi yang tertulis. Pertama perubahan yang dilakukan menurut prosedur yang diatur sendiri oleh UUD itu atau dilakukan tidak berdasarkan ketentuan yang ada dalam UUD. Cara pertama biasa di sebut dengan istilah verfassung anderung, sedangkan yang kedua biasa disebut verfassung wandlung. Cara pertama disebut sebagai cara konstitusional, sedangkan yang kedua dengan cara yang bersifat revolusioner.

Menurut C.F Strong ada empat macam prosedur perubahan kosntitusi:
  • Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, yang dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan tertentu. Perubahan ini terjadi melalui tiga macam kemungkinan. Pertama, untuk mengubah konstitusi, sidang pemegang kekuasaan legislatif harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota tertentu (kuorum) yang ditentukan secara pasti. Kedua, untuk mengubah konstitusi maka lembaga perwakilan rakyat harus dibubarkan terlebih dahulu dan kemudian diselenggarakan pemilihan umum lembaga perwakilan rakyat yang melaksanakan wewenangnya untuk mengubah konstitusi. Ketiga, adalah cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua kamar. Untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan rakyat harus mengadakan sidang gabungan.
  • Perubahan konstitusi yang dilakukan rakyat melalui suatu referendum. Apabila ada kehendak untuk mengubah kosntitusi maka lembaga negara yang diberi wewenang untuk itu mengajukan usul perubahan kepada rakyat melalui suatu referendum atau plebisit.
  • Perubahan konstitusi yang berlaku pada negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah negara bagian. Perubahan konstitusi pada negara serikat harus dilakukan dengan persetujuan sebagian terbesar negara-negara tersebut.
  • Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.

Sutjipno dan Soedijarto, bahwa untuk melakukan suatu perubahan UUD 1945 hendaknya memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut; pertama latar belakang sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Kedua, latar belakang yuridis ketatanegaraan. Ketiga, rambu-rambu amandemen. Keempat, pelaksanaan amandemen UUD 1945. Kelima, pesan-pesan subtansi dalam pembukaan UUD 1945 sebagai tolak ukur amandemen.

Amandemen UUD 1945 baru dapat dilakukan setelah dicabutnya TAP MPR No. IV/ MPR/ 1983 tentang referendum dengan Ketetapan MPR No. VIII/ MPR/ 1998. Kemudian dalam melakukan perubahan harus memperhatikan ketentuan yang sudah menjadi kesepakatan bahwasanya tidak akan mengubah pembukaan UUD 1945, tidak akan mengubah bentuk negara kesatuan, susunan pemerintahan tetap kabinet presidensiil dan memberikan otonomi kepada daerah yang seluas-luasnya.

Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
  1. Amandemen yang pertama kali ini disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999 atas dasar SU MPR 14-21 Oktober 1999. Amandemen yang dilakukan terdiri dari 9 Pasal, yaitu pasal 5, pasal 7, pasal 9, pasal 13, pasal 14, pasal 15, pasal 17, pasal 20, dan pasal 21. Inti dari amandemen pertama ini adalah pergeseran kekuasaan Presiden yang dipandang terlalu kuat (executive heavy).
  2. Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000; Amandemen yang kedua disahkan melalui sidang umum MPR pada tanggal 18 Agustus 2000. Amandemen ini dilakukan pada 5 Bab dan 25 pasal. Berikut ini rincian perubahan yang dilakukan pada amandemen kedua, yaitu Pasal 18, pasal 18A, pasal 18B, pasal 19, pasal 20, pasal 20A, pasal 22A, pasal 22B, pasal 25E, pasal 26, pasal 27, pasal 28A, pasal 28B, pasal 28C, pasal 28D, pasal 28E, pasal 28F, pasal 28G, pasal 28H, pasal 28I, pasal 28J, pasal 30, pasal 36A, pasal 36B, pasal 36C dan Bab IXA, Bab X, Bab XA, Bab XII, Bab XV. Inti dari amandemen kedua ini adalah Pemerintah Daerah, DPR dan Kewenangannya, Hak Asasi Manusia, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan atau menyempurnakan susunan ketatanegraan yang menjadi tuntutan Negara Hukum.
  3. Amandemen ketiga disahkan pada tanggal 10 November 2001 dan melalui ST MPR 1-9 November 2001. Perubahan yang terjadi dalam amandemen ketiga ini terdiri dari 3 Bab dan 22 Pasal. Berikut ini detil dari amandemen ketiga Pasal 1, pasal 3, pasal 6, pasal 6A, pasal 7A, pasal 7B, pasal 7C, pasal 8, pasal 11, pasal 17,pasal 22C, pasal 22D, pasal 22E, pasal 23, pasal 23A, pasal23C, pasal 23E, pasal 23F, pasal 23G, pasal 24, pasal 24A, pasal24B, pasal24C dan Bab VIIA, Bab VIIB, Bab VIIIA. Inti perubahan yang dilakukan pada amandemen ketiga ini adalah Bentuk dan Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Impeachment, Keuangan Negara, dan Kekuasaan Kehakiman.
  4. Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002. Amandemen UUD 1945 yang terakhir ini disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002 melalui ST MPR 1-11 Agustus 2002. Perubahan yang terjadi pada amandemen ke-4 ini terdiri dari 2 Bab dan 13 Pasal yaitu Pasal 2, pasal 6A, pasal 8, pasal 11, pasal16, pasal 23B, pasal 23D, pasal 24, pasal 31, pasal 32, pasal 33, pasal 34, pasal 37 dan BAB XIII, Bab XIV. Inti Perubahan ialah DPD sebagai bagian MPR, Penggantian Presiden, pernyataan perang, perdamaian dan perjanjian, mata uang, bank sentral, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, perubahan UUD.
Terhadap hasil amandemen yang disebutkan di atas jika dibandingkan UUD 1945 sebelum dan sesudah di amandemen menurut Mahfud, sudah jauh lebih baik, baik dari konsep dasarnya maupun dalam kenyataan praktiknya, meskipun demikian secara tegas dapat juga disimpulkan hasil amandemen tersebut masih menyisakan beberapa persoalan sehingga ada yang mengusulkan untuk diperbaiki kembali dengan amandemen lanjutan.

Masalah-masalah yang dimaksud diantaranya ialah, sistem parlemen yang dianggap tidak tegas, masalah sistem presidensiil yang menimbulkan gaya parlementer, masalah fungsi legislasi yang pada umumnya di negara dengan sistem presidensiil tidak dimiliki oleh Presiden, namun Presiden memiliki hak veto, masalah kekuasaan kehakiman yang terkait dengan kompetensi silang antara MA dan MK, eksesivitas wewenang MK serta pengawasan hakim konstitusi oleh Komisi Yudisial dan lain-lain.

Oleh karena itu gagasan penyempurnaan kembali tidak boleh ditabukan karena beberapa hal, yaitu tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan akan konstitusi juga sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan tuntutan zaman, ada kemungkinan saat mengadakan amandemen sebelumnya masih didominasi suasana emosi dan dalam kenyataannya UUD 1945 masih menimbulkan beberapa masalah di lapangan baik karena ketidak jelasan konsep maupun karena tidak antisipatif terhadap masalah konstitusional yang dapat timbul kemudian.