Remisi Dalam Fiqh Jinayah

SUDUT HUKUM | Remisi merupakan suatu istilah yang berasal dari kata Re dan mission yang diambil dari bahasa Inggris.Re yang berarti kembali dan mission yang berarti mengirim atau mengutus.Remisi dapat diartikan sebagai pengampunan atau pengurangan hukuman. Sedangkan pengampunan itu sendiri menurut bahasa Indonesia berasal dari kata ampun, yang berarti suatu pembebasan dari tuntutan karena perbuatan kesalahan.

Sungguh berbeda jika pengertian tentang remisi tersebut ditarik kedalamkonteks bahasa Arab, karena remisi tidak akan pernah dijumpai dalam kamus bahasa Arab. Namun meskipun demikian, masih terdapat beberapa istilah yang hampir mendekati dengan makna remisi tersebut, misalnya seperti ghafar (ampunan), al-Afu’ (maaf),rukhsah(keringanan), dan tahfif (pengurangan). Menurut imam Asy- Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal,ampunan adalah suatu pengguguran hukuman dari pihak korban, baik menggugurkan hukuman qishash secara cuma-cuma atau menggantinya dengan diyat.

Dasar Hukum Remisi

Untuk mengetahui dasar hukum remisi menurut hukum islam, maka haruslah merujuk kepada al-Qur’an dan Sunnah. Memang didalam al-Qur’an tidak akan kita jumpai kata remisi karena remisi bukan berasal dari bahasa Arab. Namun, meskipun kata remisi tidak ada didalam al-Qur’an tetapi unsur-unsur remisi tersebut ada didalam al-Qur’an. Allah SWT telah menyinggungnya dalam al-Qur’an Surat al- Maidah Ayat 45, yang berbunyi ;

Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (at-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishash) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya.Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (al Quran Surat al Ma’idah: 45).

Ayat ini menekankan bahwa ketetapan hukum diyat tersebut ditetapkan kepada mereka mareka Bani Isra’il di dalam kitab Taurat.Penekanan ini disamping bertujuan membuktikan betapa mereka melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang ada dalam kitab suci mereka, juga untuk menekankan bahwa prinsip-prinsip yang ditetapkan al-Qur’an pada hakekatnya serupa dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan Allah terhadap umat terdalu.Dengan demikian diharapkan ketentuan hukum tersebut dapat diterima dan dilaksanakan oleh semua umat termasuk umat Islam.

Jika hukum ini dilecehkan maka kemaslahatan itu tidak akan tercapai dan ketika itu dapat terjadi kedzaliman. Oleh sebab itu putuskanlah perkara sesuai dengan yang diperintahkanAllah, memberi maaf atau melaksanakan qishash, karena barangsiapa yang tidak melaksanakan hal tersebut yakni tidak memberi maaf atau tidak menegakkan pembalasan yang seimbang, maka dia termasuk orang-orang yang zalim.Allah SWT memperjelas lagi dalam surat yang lain:

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diyat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih. (QS. Al-Baqarah:178).

Sebab diturunkannya ayat ini adalah riwayat yang berasal dari Qatadah yang menceritakan bahwa penduduk Jahiliyah suka melakukan penganiayaan dan tunduk kepada setan. Jika terjadi permusuhan di antara mereka maka budak mereka akan membunuh budak orang yang dimusuhinya. Mereka juga sering mengatakan, “kami hanya akan membunuh orang merdeka sebagai ganti dari budak itu.” Sebagai ungkapan bahwa mereka lebih mulia dari suku lain.Seandainya seorang wanita dari mereka membunuh wanita lainnya, merekapun berkata, “kami hanya akan membunuh seorang lelaki sebagai ganti wanita tersebut”, maka Allah menurunkan firman-Nya yang berbunyi… ….”Orang merdeka dengan orang merdeka , hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.