Asas Umum Eksekusi

SUDUT HUKUM | Pada prinsipnya hanya putusan yang berkekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan putusannya. Dengan demikian, asas-asas atau aturan umum eksekusi adalah sebagai berikut:

  1. Eksekusi dilaksanakan hanya terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang bersifat kondemnatoir (putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi), karena putusan telah berkekuatan hukum tetap, di dalamnya mengandung hubungan hukum yang tetap dan pasti antara pihak yang berperkara, karena hubungan hukum sudah tetap dan pasti (fixed and certain), maka mesti ditaati dan dipenuhi. Cara mentaati dan memenuhi hubungan hukum yang tetap dan pasti tersebut adalah dengan cara dijalankan secara sukarela atau dengan paksa melalui bantuan alat-alat negara.
  2. Kewenangan menjalankan eksekusi hanya diberikan kepada Pengadilan Negeri.
  3. Eksekusi dilaksanakan atas perintah dan dalam pengawasan Ketua Pengadilan Negeri.

Dalam kasus-kasus tertentu, terdapat beberapa pengecualian atas asas-asas aturan umum eksekusi sebagaimana tersebut di atas. Undang-undang memperbolehkan eksekusi terhadap putusan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap atau eksekusi dapat dijalankan pengadilan terhadap bentuk produk tertentu diluar putusan. Adakalanya eksekusi bukan tindakan menjalankan putusan pengadilan, tetapi menjalankan pelaksanaan terhadap bentuk-bentuk produk yang dipersamakan oleh undang-undang sebagai putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Terhadap pengecualian yang dimaksud, eksekusi dapat dijalankan sesuai dengan aturan tata cara eksekusi atas putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Bentuk-bentuk pengecualian tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

  • Pelaksanaan putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu

Sebagaimana diatur dalam Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBg, hakim dapat menjatuhkan putusan yang memuat amar putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, yang lazim disebut “putusan dapat dieksekusi serta merta”, sekalipun terhadap putusan itu dimintakan banding atau kasasi.

  • Pelaksanaan putusan provisi

Sesuai dengan ketentuan Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBg pada kalimat terakhir mengenai “gugatan provisi” yakni tuntutan lebih dahulu yang bersifat sementara mendahului putusan pokok perkara. Apabila hakim mengabulkan gugatan atau tuntutan provisi, putusantersebut dapat dieksekusi sekalipun perkara pokoknya belum diputus.

  • Akta perdamaian

Bentuk pengecualian lain adalah akta perdamaian yang diatur dalam Pasal 130 HIR atau Pasal 154 RBg. Menurut ketentuan Pasal tersebut, selama persidangan berlangsung, para pihak yang berperkara dapat melakukan perdamaian baik atas anjuran hakim maupun atas inisiatif pihak yang berperkara. Apabila tercapai perdamaian dalam persidangan, maka hakim akan membuat akta perdamaian yang harus ditaati oleh ara pihak. Sifat akta perdamaian yang dibuat di dalam persidangan mempunyai kekuatan eksekusi seperti putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

  • Eksekusi terhadap grosse akta

Pengecualian lain yang diatur dalam undang-undang adalah menjalankan eksekusi terhadap grosse akta baik grosse akta hipotik maupun grosse akta pengakuan hutang, sebagaimana diatur dalam Pasal 224 HIR atau Pasal 258 RBg. Eksekusi yang dijalankan adalah pemenuhan isi perjanjian yang dibuat para pihak dengan ketentuan perjanjian itu berbentuk grosse akta karena dalam bentuk grosse akta melekat titel eksekutorial, sehingga memiliki kekuatan eksekutorial.

  • Eksekusi terhadap hak tanggungan dan jaminan fidusia

Atas obyek yang telah dibebankan dengan Hak Tanggungan atau menjadi jaminan secara fidusia, pihak kreditur dapat langsung meminta dilakukan eksekusi melalui penjualan secara lelang karena diperjanjian klausul kuasa menjual.