Biografi Moeljatno

Moeljatno dilahirkan di Surakarta, Hindia Belanda pada tanggal 10 Mei 1909. Putra sulung dari Wiryo Kartojo dan istrinya, sebagai anak dia sangat rajin dan taat pada keluarga. Dia menyelesaikan pelajaran dasarnya di Europese Lagere School di Boyolali, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 1918. Dia lalu kembali ke Surakarta, di mana dia belajar di Middelbaar Uitgebreid Lager Ondewijs (sederajat SMP); dia lulus pada tahun 1924. Dia lalu lulus dari Algemene Middlebaar School Surakarta pada tahun 1927. Selain pendidikan resminya, dia juga belajar agama Islam di bawah pamannya, Soekiman Wirjosandjojo.

Sehabis lulus dari AMS, Moeljatno berangkat ke Batavia untuk mengikuti kuliah di Rechts Hoge School (sekolah tinggi hukum). Setelah lulus pada tahun 1936, dia pindah lagi ke Yogyakarta dan bekerja untuk Kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1939 dia mendapatkan pekerjaan dengan Pengadilan Agama Tinggi, berjasa sampai pada tahun 1942. Setelah Jepang menduduki Indonesia, dia berpindah kembali ke Jakarta untuk bekerja di kantor jaksa (Kensatukan Kooto Kensatu Kyoku).

Setelah Proklamasi pada tahun 1945, Moeljatno mulai bekerja sebagai jaksa tinggi. Pada tahun 1946 dia bergabung dengan Menteri Kehakiman Soepomo dan beberapa staf Kementerian Kehakiman dalam merumuskan Undang-Undang No. 1 tahun 1946, yang menerapkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdana di seluruh Republik Indonesia Serikat. Tahun berikutnya, dia diangkat menjadi Jaksa Agung Muda di bawah Tirtawinata. Dia kemudian dikirimkan kembali ke Yogyakarta, di mana dia diajak untuk bergabung dan mengajar di Universitas Gadjah Mada. Ketika dia mengundurkan diri pada tahun 1952, dia mulai mengutamakan member kuliah.

Pada tanggal 24 Maret 1956, Moeljatno ditetapkan sebagai Menteri Kehakiman dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo II; penetapannya terpengaruhi oleh Partai Masyumi. Namun, dia sering tidak sepandangan dengan Jaksa Agung pada saat itu, Soeprapto, mengenai kedudukan kejaksaan agung. Di waktu itu, Kejaksaan Agung berada di bawah wewenang Kementerian Kehakiman, suatu keadaan yang sudah ada sejak zaman kolonial; namun, Soeprapto percaya bahwa fungsi jaksa agung itu separuh eksuketif dan separuh yudikatif, dan dengan demikian menuntut agar dia hanya bertanggung jawab pada kabinet. Oleh sebab Moeljatno sering disalahkan untuk aksi jaksa, dia mendorong untuk menjaga status quo yang ada dengan menetapkan perundangan yang secara eksplicit menempatkan Jaksa Agung di bawah wewenang Menteri Kehakiman. Setelah undang-undang tersebut dituangkan pada bulan Oktober 1956, Moeljatno ditantang berat oleh polisi dan kantor jaksa. Moeljatno mengundurkan diri pada 9 January 1957, dan undang-undang tersebut ditarik setelah kabinet diganti pada tengah bulan Maret.

Moeljatno lalu kembali menjadi dosen, dengan menjadi dekan fakultas hukum Universitas Gadjah Mada dari tahun 1957 sampai 1958; dia berjabat sebagai dekan dua kali lagi di kemudian hari.

Moeljatno meninggal pada tanggal 25 November 1971 dan dikebumikan di Taman Pemakaman Gadjah Mada di Yogyakarta. Professor Haryono dari Universitas Gadjah Mada dan Prabuningrat, rektor Universitas Islam Indonesia, memberi sambutan di pemakaman.

Sampai sekarang penjelasan Moeljatno atas KUHP digunakan oleh mahasiswa hukum dan para praktisi.