Sifat Jaminan Fidusia

SUDUT HUKUM | Berdasarkan pengertian mengenai fidusia dan jaminan fidusia sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka dapat diketahui yang menjadi sifat dari fidusia yaitu:

  • Perjanjian fidusia merupakan perjanjian obligatoir;

Perjanjian yang bersifat obligatoir dan melahirkan hak-hak yang bersifat persoonlijk, sesuai dengan sistem hukum Romawi fiducia cum creditoria menurut pengertiannya yang klasik, yaitu melahirkan hak eigendom bagi kreditor meskipun dengan pembatasan-pembatasan sebagaimana yang diperjanjikan antara para pihak.

Perjanjian fidusia yang bersifat obligatoir juga berarti hak penerima fidusia merupakan hak milik yang sepenuhnya, meskipun hak tersebut dibatasi oleh hal-hal yang ditetapkan bersama dengan perjanjian dan hanya bersifat pribadi. Karena hak yang diperoleh penerima fidusia itu merupakan hak milik sepenuhnya, maka penerima fidusia bebas menentukan cara pemenuhan piutangnya, terhadap benda yang dijaminkan melalui fidusia.

  • Jaminan fidusia bersifat Accessoir

Undang-undang Fidusia menyatakan bahwa pembebanan jaminan fidusia diperuntukkan sebagai agunan bagi pelunasan utang dari debitor sebagai pemberi fidusia, yang berarti bahwa perjanjian jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokoknya. Dalam ketentuan Pasal 4 UUJF menyatakan bahwa:“Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.” Kata-kata “ikutan” dalam ketentuan Pasal 4 UUJF menunjukkan bahwa fidusia merupakan suatu perjanjian accessoir.

Sebagai suatu perjanjian yang memiliki sifat accessoir atau ikutan dari perjanjian pokoknya, maka perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat sebagai berikut:
  1. Ketergantungan terhadap perjanjian pokok;
  2. Keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok;
  3. Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi.


Dalam praktek perbankan perjanjian fidusia diadakan sebagai tambahan jaminan pokok, manakala jaminan pokoknya dianggap kurang memenuhi. Adakalanya fidusia juga diadakan secara tersendiri, dalam arti tidak sebagai tambahan jaminan pokok, yaitu sebagaimana sering dipakai oleh para pegawai kecil, pedagang kecil, pengecer dan lain-lain sebagai jaminan kredit yang diminta oleh pihak bank, karena sifatnya yang accessori perjanjian pemberian jaminan fidusia merupakan perjanjian bersyarat, dengan syarat pembatalan sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 1253 jo Pasal 1265 KUHPerdata, dengan konsekuensi pemberian jaminan fidusia itu dengan sendirinya berakhir atau hapus apabila perjanjian pokoknya hapus, antara lain yang terjadi karena adanya pelunasan.

  • Sifat Droit de Suite dari fidusia: fidusia sebagai hak kebendaan

Sifat droit de suite dapat dilihat dari ketentuan Pasal 20 UUJF yang menyatakan bahwa:“jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia.” Kemudian penjelasan Pasal 20 UUJF menyatakan bahwa:“ketentuan ini mengakui prinsip “droit de suite” yang telah merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak atas kebendaan (in rem)”.

Pemberian sifat hak kebendaan ini dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang kuat kepada pemegang hak kebendaan, hal ini didasari bahwa benda jaminan tetap menjadi milik pemberi jaminan dan pemberi jaminan pada asasnya selama penjaminan berlangsung tetap berwenang untuk mengambil tindakan pemilikan atas benda jaminan miliknya. Dengan adanya sifat droit pada jaminan fidusia, maka hak kreditor tetap mengikuti bendanya kepada siapapun dia berpindah, termasuk terhadap pihak ketiga pemberi jaminan.

  • Sifat Droit de Preference, Fidusia Memberikan Kedudukan Diutamakan

Sifat droit de preference memberikan kedudukan untuk diutamakan pada jaminan fidusia. Hal ini tercantum dalam Pasal 1 angka 2 UUJF dan lebih lanjut diatur dalam ketentuan Pasal 27 UUJF yang menyatakan bahwa:
  1. Penerima fidusia memiliki hak didahulukan terhadap kreditor lainnya;
  2. Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak Penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
  3. Hak didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan/atau likuidasi pemberi fidusia.


Berdasarkan ketentuan Pasal ini dapat diketahui bahwa penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan atau diutamakan terhadap kreditor lainnya, yaitu hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi (penjualan) dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Penerima fidusia tergolong sebagai kreditor yang mempunyai kedudukan terkuat, seperti hal nya pemegang gadai dan hipotek serta hak tanggungan, yang pemenuhan atas piutangnya harus didahulukan terlebih dahulu dari kreditor lainnya yang diambil dari hasil eksekusi benda yang dijadikan objek jaminan fidusia.