Sumber Hukum Pidana Adat

SUDUT HUKUM | Hukum adat berasal dari Bahasa Arab ‘al hukm yang memiliki arti aturan dan „adab yang artinya moral, jadi hukum adat adalah hukum adab dan jika orang tidak melaksanakan hukum adat maka ia tidak mempunyai adat atau biadab. Ter haar mengartikan suatu delik atau pidana itu sebagai tiap-tiap gangguan dari keseimbangan tiap-tiap gangguan pada barang-barang materiil dan immateriil yang menyebabkan timbulnya suatu reaksi adat dengan timbulnya reaksi tersebut keseimbangan akan dan harus dapat dipulihkan kembali, macam serta besarnya reaksi ditentukan oleh hukum adat yang bersangkutan lazimnya wujud reaksi tersebut adalah suatu pembayaran delik dalam uang atau barang.

Melihat dari sudut penuntutan pembayaran-pembayaran pelanggaran atau penarikan denda (delictsbetalingen) juga termasuk tugas untuk mengembalikan keseimbangan kosmis yang setiap kali harus ditetapkan kembali dan yang pada gilirannya menjamin keamanan dan kesejahteraan manusia dan kelompokkelompok manusia.

Sebagaimana dengan bidang ilmu hukum lainnya maka Hukum Pidana Adat juga mempunyai sumber hukumnya juga, yang sifatnya tertulis maupun tidak tertulis. Sumber hukum yang tidak tertulis adalah kebiasaan-kebiasaan yang timbul, diikuti dan ditaati secara terus menerus dan diturun kan turun temurun oleh mayarakat adat tersebut. Sedang sumber hukum tertulis dari Hukum Pidana Adat adalah semua peraturan-peraturan yang dituliskan baik di atas daun lontar, kulit atau bahan-bahan lainnya. Hukum adat tidak mengenal adanya pemisahan yang tajam antara hukum pidana dengan hukum perdata (privaat). Pemisahan yang tegas antara hukum perdata yang bersifat privat dan hukum pidana yang bersifat publik bersumber dari sistem Eropa yang kemudian berkembang di Indonesia.

Ketentuan-ketentuan persoalan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat adat ditentukan oleh aturan-aturan yang diwariskan secara turun-temurun dan bercampur menjadi satu. Beberapa wilayah tertentu, hukum adat sangat kental dengan agama yang dijadikan agama resmi atau secara mayoritas dianut oleh masyarakatnya. Sebagai contoh, hukum pidana adat Aceh, Palembang, dan Ujung Pandang yang sangat kental dengan nilai-nilai hukum Islamnya. Begitu juga hukum pidana adat Bali yang sangat terpengaruh oleh ajaran ajaran Hindu.