Unsur-unsur Tindak Pidana

Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Sudarto bahwa untuk mengenakan pidana itu harus dipenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tertentu ini lazimnya disebut dengan unsur-unsur tindak pidana. Jadi seseorang dapat dikenakan pidana apabila perbuatan yang dilakukan memenuhi unsur-unsur tindak pidana (strafbaarfeit). Hal ini sesuai dengan pengertian tindak pidana, yaitu suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu, yang dilakukan oleh orang yang memungkinkan adanya pemberian pidana.[1]

Unsur-unsur Tindak Pidana


Unsur-unsur (strafbaarfeit) atau unsur-unsur tindak pidana menurut Simons ialah:
  • Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan);
  • Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld );
  • Melawan hukum (onrechtmatig);
  • Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand);
  • Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar persoon).[2]
Dari unsur-unsur tindak pidana tersebut di atas, Simons kemudian membedakan adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari strafbaarfeit. Bahwa yang dimaksud unsur obyektif adalah perbuatan orang, akibat yang kelihatan dari perbuatan itu dan keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu. Sedangkan yang dimaksud unsur subyektif adalah orang yang mampu bertanggung jawab dan adanya kesalahan (dolus atau culpa). Menurut Van Hamel bahwa unsur-unsur tindak pidana meliputi:
  1. Adanya perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang;
  2. Bersifat melawan hukum;
  3. Dilakukan dengan kesalahan, dan
  4. Patut di pidana. [3]
Unsur-unsur tindak pidana menurut pendapat Moeljatno sebagai sarjana yang berpandangan dualistis mengemukakan sebagai berikut:

Moeljatno berpendapat:

Untuk memungkinkan pemindahan secara wajar maka tidak cukup apabila seseorang itu telah melakukan perbuatan pidana belaka, di samping itu pada seseorang tersebut harus ada kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab. Jadi unsur-unsur yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dikenakan pemidanaan adalah harus dipenuhinya unsur-unsur dalam perbuatan pidana (criminal act) dan unsur-unsur dalam pertanggungjawaban pidana (criminal responbility)”.

Unsur-unsur perbuatan pidana yaitu:
  1. Perbuatan manusia;
  2. Yang memenuhi rumusan undang-undang (ini merupakan syarat formil), dan
  3. Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil).
Unsur pertanggungjawaban pidana ialah :
  1. Kesalahan;
  2. Kemampuan bertanggung jawab.[4]

Menurut Sudarto:

Syarat pemidanaan meliputi syarat-syarat yang melekat pada perbuatan dan melekat pada orang, yaitu:
  • Syarat melekat pada perbuatan:
  1. memenuhi rumusan undang-undang
  2. bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar)
  • Syarat melekat pada orang:
  1. mampu bertanggung jawab
  2. dolus atau culpa (tidak ada alasan pemaaf)”. [5]
Dikemukakan oleh Vrij bahwa unsur-unsur delik yang sudah tetap, ialah bersifat melawan hukum dan kesalahan itu belumlah lengkap untuk melakukann penuntutan pidana. Untuk dapat melakukan penuntutan pidana harus ada unsur lain, sedangkan unsur dimaksud adalah ”unsur sub-sosial” yaitu semacam kerusakan dalam ketertiban hukum (deuk in de rechtsorder). Ada empat lingkungan yang terkena oleh suatu delik, yaitu:
  1. Si pembuat sendiri : ada kerusakan (ontwrichting) padanya;
  2. Si korban: ada perasaan tidak puas;
  3. Lingkungan terdekat: ada kehendak untuk meniru berbuat jahat;
  4. Masyarakat umum: perasaan cemas. [6]
Menurut Lamintang, bahwa setiap tindak pidana dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan unsur-unsurnya menjadi dua macam, yaitu unsur-unsur subyektif dan obyektif. Yang dimaksud dengan unsur-unsur ”subyektif” adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksud dengan unsur ”obyektif” itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu keadaan-keadaan di mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. [7]

Unsur-unsur subyektif dari suatu tindak pidana itu adalah :
  • Kesengajaan atau ketidaksengajaan (culpa/dolus);
  • Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;
  • Macam- macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan – kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;
  • Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;
  • Perasaaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.
Unsur-unsur dari suatu tindak pidana adalah:
  1. Sifat melanggar hukum;
  2. Kualitas si pelaku;
  3. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. [8]

Rujukan:

  1. Moeljatno, 1987. Asas-asas Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta. hlm. 37.
  2. Ibid., hlm. 32.
  3. Ibid., hlm. 33.
  4. Ibid., hlm. 34-35.
  5. Ibid., hlm. 35-36
  6. Ibid., hlm. 39.
  7. Lamintang, 1984. Dasar – dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung. hlm. 183.
  8. Ibid., hlm. 184.