Pengertian Nafkah

SUDUT HUKUM | Menurut Ibrahim Muhammad al-Jamal, nafkah adalah apa saja yang diberikan kepada Istri, seperti makanan, pakaian, uang dan lainnya. Menurut Zakiah Daradjat, nafkah berarti belanja, maksudnya ialah sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada istri, kerabat, dan miliknya sebagai keperluan pokok bagi mereka, seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal. Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, nafkah adalah pengeluaran yang biasanya dipergunakan oleh seseorang untuk sesuatu yang baik atau dibelanjakan untuk orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.

Pengertian Nafkah


Menurut Sayyid Sabiq:

yang dimaksud nafkah yaitu memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal, pembantu rumah tangga, pengobatan istri jika ia seorang kaya.

Dari beberapa rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa nafkah adalah suatu pemberian dari seorang suami kepada istrinya. Dengan demikian, nafkah istri berarti pemberian yang wajib dilakukan oleh suami terhadap istrinya dalam masa perkawinannya.

Apabila telah sah dan sempurna suatu akad perkawinan antara seorang. laki-laki dan seorang perempuan, maka sejak itu menjadi tetaplah kedudukan laki-laki sebagai suami dan perempuan sebagai isteri, dan sejak itu pula suami memperoleh hak-hak tertentu beserta kewajiban-kewajiban tertentu pula, sebaliknya isteri memperoleh hak-hak tertentu beserta kewajiban-kewajiban tertentu pula.

Hak yang diperoleh suami seimbang dengan kewajiban yang dipikulkan di pundaknya, sebaliknya hak yang diperoleh istri seimbang pula dengan kewajiban yang dipikulkan di pundaknya. Suami wajib mempergunakan haknya secara hak dan dilarang menyalahgunakan haknya, di samping itu ia wajib menunaikan kewajibannya dengan sebaik-baiknya, demikian juga isteri, ia wajib mempergunakan haknya secara hak dan dilarang menyalahgunakan haknya, di samping itu ia wajib menunaikan kewajibannya dengan sebaik-baiknya.

Jika suami mempergunakan haknya secara tidak menyalahgunakan haknya serta menunaikan kewajibannya dengan baik, begitu pula istri mempergunakan haknya secara tidak menyalahgunakan haknya serta menunaikan kewajibannya dengan baik, maka menjadi sempurnalah terwujudnya sarana-sarana ke arah ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa masing-masing, terjelmalah kesejahteraan dan kebahagiaan bersama lahir batin. Apa yang menjadi kewajiban bagi suami adalah menjadi hak bagi isteri, sebaliknya apa yang menjadi kewajiban isteri adalah menjadi hak bagi suami.

Hubungan perkawinan menimbulkan kewajiban nafkah atas suami untuk istri dan anak-anaknya. Dalam hubungan ini Q.S. Al-Baqarah: 233. mengajarkan bahwa suami yang telah menjadi ayah berkewajiban memberi nafkah kepada ibu anak-anak (istri yang telah menjadi ibu) dengan cara ma’ruf. Itulah sebabnya Mahmud Yunus menandaskan bahwa suami wajib memberi nafkah untuk istrinya dan anak-anaknya, baik istrinya itu kaya atau miskin, maupun muslim atau Nasrani/Yahudi. Bahkan kaum muslimin sepakat bahwa perkawinan merupakan salah satu sebab yang mewajibkan pemberian nafkah, seperti halnya dengan kekerabatan.

Dengan demikian, hukum membayar nafkah untuk istri, baik dalam bentuk perbelanjaan, pakaian adalah wajib. Kewajiban itu bukan disebabkan oleh karena istri membutuhkannya bagi kehidupan rumah tangga, tetapi kewajiban yang timbul dengan sendirinya tanpa melihat kepada keadaan istri.

Bahkan di antara ulama Syi’ah menetapkan bahwa meskipun istri orang kaya dan tidak memerlukan bantuan biasa dari suami, namun suami tetap wajib membayar nafkah. Dasar kewajibannya terdapat dalam Al-Qur’an maupun dalam hadis Nabi. Dalil dalam bentuk Al-Qur’an terdapat dalam beberapa ayat.

Di antara ayat Al-Qur’an yang menyatakan kewajiban perbelanjaan terdapat dalam surat al-Baqarah (2) ayat 233:

Kewajiban ayah untuk memberikan belanja dan pakaian untuk istrinya. Seseorang tidak dibebani kecuali semampunya, seorang ibu tidak akan mendapat kesusahan karena anaknya, dan seorang ayah tidak akan mendapat kesusahan karena anaknya. (Q.S. al-Baqarah: 233).

Di antara ayat yang mewajibkan perumahan adalah surat at-Thalaq (65) ayat 6:

Beri kediamanlah mereka (istri-istri) di mana kamu bertempat tinggal sesuai dengan kemampuanmu. (Q.S. at-Thalaq: 6).

Adapun dalam bentuk sunnah terdapat dalam beberapa hadis Nabi, di antaranya:

Telah mengabarkan kepada kami, Adam bin Abi Iyas dari Syu’bah dari ‘Adiyin bin Tsabit berkata: aku telah mendengar Abdullah bin Yazid al-Anshari dari Abu Mas’ud al-Ansari r.a., Rasulullah Saw. bersabda: “Apabila seorang Muslim memberikan belanja kepada keluarganya sematamata karena mematuhi Allah, maka ia mendapat pahala. (H.R. al-Bukhari)

Telah mengabarkan kepada kami, Yahya bin Qoza’ah dari Malik dari Syauri bin Yazid dari Abi al-Ghoisa dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda: “Siapa yang berusaha keras membantu janda dan Orang miskin, sama artinya dengan. berjuang di jalan Allah atau selalu sembahyang sepanjang malam hari dan selalu berpuasa di siang hari. (H.R. al-Bukhari).

Telah mengabarkan kepada kami, Ismail dari Malik dari Abi al-Zanad dari al-A’raj dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda: “Allah berfirman: ‘Hai Anak Adam, belanjakanlah hartamu dijalan kebaikan, maka Aku akan membelanjaimu! (H.R. al-Bukhari)

Telah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Katsir dari Syufyan dari Sa’ad bin Ibrahim dari ‘Amir bin Sa’ad dari Sa’ad r.a., kutanya: Sewaktu saya sakit di Mekkah, Nabi saw. datang melihat saya. Saya berkata: “Saya memiliki sejumlah harta. Saya akan membuat wasiat (testament) untuk menyerahkan seluruh harta saya itu.” Jawab Rasul: “Tidak boleh’.” “Setengah?” kataku. “Tidak,” jawab Rasul. “Apakah boleh sepertiga?” tanyaku lagi. Rasul menjawab: “Sepertiga boleh, tetapi masih terlalu banyak. Engkau lebih baik meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya, daripada kamu tinggalkan mereka dalam keadaan melarat dan menjadi beban dan orang lain. Semua pengeluaran yang kamu belanjakan adalah sedekah dan berpahala bagimu. Bahkan sesuap nasi yang engkau berikan kepada istrimu. Mudah-mudahan janganlah Allah menjadikan engkau seorang yang berguna bagi kelompok manusia, tetapi mendatangkan malapetaka bagi kelompok lain. (H.R. al-Bukhari).

Telah mengabarkan kepada kami, Sa’id bin Ghufair dari Lais dari ‘Abdur Rahman bin Khalid bin Musafir dari ibnu Syihab dari ibnu al-Musayyab dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda: “Sedekah yang terbaik adalah yang dilakukan oleh orang yang kaya. Mulailah memberikan sedekah dengan bersedekah kepada orang yang menjadi tanggungjawabmu! (H.R. al-Bukhari).

Telah mengabarkan kepada kami, Musa bin Ismail dari Wuhaib dari Hisyam dari bapaknya dari Zainab binti Abi Salamah dari Ummu Salamah r.a., katanya; Saya berkata kepada Rasulullah Saw.: “Ya Rasulullah, kalau saya membelanjai anak-anak Abu Salamah dan saya tidak mau meninggalkan mereka dalam keadaan terlantar, karena mereka adalah juga anak-anak saya, apakah saya memperoleh pahala?” Rasul menjawab: “Benar, engkau akan memperoleh pahala atas segala nafkah yang engkau belanjakan. (H.R. al-Bukhari).