Hukum Mengucapkan “Selamat Natal” dan Selamat Hari Raya Agama-agama Lain

SUDUT HUKUM | Kebiasaan mengucapkan “Selamat Natal” di Indonesia, sebagaimana di negara-negara lain, dilakukan bukan hanya oleh orang-orang Kristen, tetapi juga oleh orang-orang non-Kristen, termasuk kaum Muslim. Mengucapkan “Selamat Natal” tentu saja ditujukan kepada orang-orang Kristen, karena Hari Raya Natal adalah hari raya agama Kristen. Kita sering menyaksikan ucapan “Selamat Natal” di negeri ini datang dari saudara-saudara mereka yang beragama Islam.

Kita sering menyaksikan banyak artis, pembawa acara dan penyiar yang beragama Islam di stasiun-stasiun TV dan radio di kota-kota besar di Indonesia mengucapkan “Selamat Natal” kepada saudara-saudara kita yang beragama Kristen pada hari-hari bersuasana Natal pada setiap bulan Desember.

Hukum Mengucapkan "Selamat Natal" dan Selamat Hari Raya Agama-agama  Lain


Natal tahun 2002 merupakan hari raya yang paling istimewa bagi umat Kristen Ambon. Setelah hampir 3 tahun wilayah itu didera konflik dan kekerasan, pada tahun ini umat Kristen Ambon tidak hanya dapat mengikuti kebaktian malam Natal dengan tenang, tanpa ancaman, tetapi juga sibuk menerima ucapan “Selamat Natal” dan kunjungan dari kerabat-kerabat dan sanak saudara mereka dari wilayah Muslim. Batas yang memisahkan wilayah permukiman Kristen dan permukiman Muslim mulai disingkirkan. Permusuhan pun lambat laun dilupakan. Tony Hatane, 35 tahun (pada 2002), sebagai pengacara gereja pernah berada dalam daftar musuh komunitas Muslim di Ambon. Namun, pada tahun ini ia menerima puluhan ucapan “Selamat Natal” dari warga Muslim di Ambon, bahkan pada sore hari 25 Desember 2002 ia mendapat kunjungan sejumlah sahabatnya dari wilayah Muslim. Dua minggu sebelumnya, ia berkunjung ke rumah sahabatnya di Waihong, Ambon, untuk menyampaikan ucapan “Selamat Idul Fitri.”

Waihong adalah pusat wilayah pemukiman Muslim di Ambon yang berlokasi tidak jauh dari pemakaman para syuhada yang wafat selama konflik Maluku. Demikianlah suasana perayaan Natal tahun 2002 di Ambon, yang penuh kedamaian dan persahabatan. Tetapi, yang penting dicatat dalam kaitannya dengan masalah yang kita bicarakan di sini adalah bahwa dalam suasana itu warga Kristen di Ambon mendapat ucapan “Selamat Natal” dari warga Muslim. Orang-orang Muslim di sana mengucapkan “Selamat Natal” kepada saudara-saudaranya yang Kristen.

Masih banyak contoh lain praktik mengucapkan “Selamat Natal” oleh orang-orang Muslim di Indonesia. Salah satu contoh itu adalah ucapanc “Selamat Natal” yang disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia pada setiap acara Natal Bersama Umat Kristiani Tingkat Nasional selama 16 tahun terakhir sebelum tahun 2002. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2002 Presiden tidak memberikan sambutan pada acara Natal Bersama itu. Pembatalan sambutan itu diberitahu tiga hari sebelum acara itu. Pada tahun-tahun sebelumnya Presiden dalam sambutannya pada setiap acara Natal Bersama Tingkat Nasional selalu menyampaikan “Selamat Natal” kepada umat Kristiani. Sampai sekarang semua Presiden Republik Indonesia adalah Muslim. Presiden-Presiden kita, yang semuanya adalah Muslim, mengucapkan “Selamat Natal.”

Banyak ulama berpendapat bahwa mengucapkan “Selamat Natal” dilarang oleh ajaran Islam. Di antara alasan larangan ini adalah bahwa mengucapkan “Selamat Natal” berarti, membenarkan ajaran Kristen. Alasan lain: bid’ah. Alasan lain: menyerupai orang-orang kafir. Sebagaimana telah menjadi pengetahuan umum, bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengeluarkan fatwa yang mengharamkan umat Islam mengucapkan “Selamat Natal”, dengan alasan teologis di atas.

Pada bulan Desember 2001, seorang ulama dalam acara tanya jawab masalah-masalah keagamaan Islam di sebuah stasiun TV swasta ditanya oleh seorang pemirsa tentang hukum mengucapkan “Selamat Natal.” Pertanyaan yang diajukan oleh pemirsa itu adalah: “Apakah ajaran Islam membolehkan orang-orang Muslim mengucapkan Selamat Natal?” Jawaban yang diberikan oleh ulama itu tidak jelas karena ia tidak memberikan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan ini. Semestinya ia menjawab tentang bolehnya atau tidak bolehnya mengucapkan “Selamat Natal,” Jawaban yang diberikan adalah bahwa orang-orang Muslim harus menghormati Isa al-Masih karena ia adalah seorang nabi. Isa al-Masih dihormati bukan hanya oleh orang-orang Kristen tetapi juga oleh orang-orang Muslim. Kisah Nabi ini terdapat dalam al-Qur’an.

Karena itu, untuk memperingati kemuliaan Nabi Isa orang-orang Muslim, demikian fatwa ulama itu, sebaiknya membaca ayat-ayat al-Qur’an yang terkait dengan Isa al-Masih seperti yang terdapat dalam surat-surat Al Imran, Maryam, al-Ma’idah, dan al-Nisa’.

Dalam jawaban itu, ulama tersebut sama sekali tidak menyinggung apakah mengucapkan “Selamat Natal” dibolehkan atau dilarang oleh Islam. Mungkin pemirsa yang mengajukan pertanyaan itu sama sekali tidak puas dengan jawaban ulama itu, karena jawaban yang diinginkannya bukanlah itu.

Barangkali, ulama itu sengaja membelokkan persoalan yang ditanyakan (hukum mengucapkan “Selamat Natal”) kepada persoalan lain (keharusan menghormati Nabi Isa dan memperingati kemuliaannya dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an tentang Nabi ini) karena ragu untuk mengatakan bolehnya atau tidak bolehnya mengucapkan “Selamat Natal.” Mungkin juga ulama itu mengharamkan mengucapkan “Selamat Natal” tetapi ia tidak mau mengatakan pendapat itu untuk menghormati orang-orang Muslim, termasuk para pejabat, yang biasa mengucapkan “Selamat Natal.”

Mungkin juga ulama itu membolehkan mengucapkan “Selamat Natal” tetapi ia tidak mau mengatakan pendapat itu karena khawatir menuai protes dari orang-orang Muslim yang mengharamkan “Selamat Natal.” Yang jelas adalah bahwa jawaban yang diberikan ulama itu tidak sesuai dengan pertanyaan yang diajukan pemirsa.

M. Quraish Shihab, ulama terkemuka di Indonesia, mengatakan bahwa ada ayat al-Qur’an yang mengabadikan ucapan Selamat Natal yang pernah diucapkan oleh Nabi Isa, tidak terlarang membacanya, dan tidak keliru pula mengucapkan “selamat” kepada siapa saja, dengan catatan memahami dan menghayati maksudnya menurut al-Qur’an, demi kemurnian akidah. Mungkin orang awam sulit memahami dan menghayati catatan ini. Beliau mengingatkan agar para pemimpin dan panutan umat bersikap arif dan bijaksana agar tidak menimbulkan kerusakan akidah dan kesalahpahaman kaum awam.

Dalam suasana Natal yang dirayakan oleh umat Kristen, pada tempatnya umat Islam mengenang dan menghayati ucapan Selamat Natal yang diucapkan oleh Nabi Isa dan diabadikan oleh al-Qur’an: “Salam sejahtera untukku pada hari kelahiranku, wafatku dan kebangkitanku kelak” (QS. 19:33). Sebelum mengucapkan salam tersebut, kita mengingat ajaran al-Qur’an bahwa “Isa adalah hamba Allah yang diperintahkan salat, zakat, mengabdi kepada ibu, tidak bersikap congkak, dan tidak pula celaka” (QS. 19: 30-32), dan ucapannya ditutup dengan berkata kepada umatnya: “Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku, maka sembahlah Dia. Ini adalah jalan yang lurus ” (QS. 19: 36).

Inilah Selamat Natal ala al-Qur’an, lanjut ulama besar ini. Adakah seorang Muslim yang enggan atau melarang ucapan Selamat Natal dengan maksud demikian, sambil mempertimbangkan situasi dan kondisi ketika ucapan selamat itu diucapkan? Rasanya dan logikanya: Tidak! Semoga perasaan dan logika ini tidak keliru dan tidak pula disalahpahami.

Quraish Shihab sangat berhati-hati menjelaskan masalah mengucapkan “Selamat Natal.” Ketika mengatakan bahwa al-Qur’an mengabadikan Selamat Natal yang diucapkan Nabi Isa, tidak dilarang membacanya dan tidak pula keliru mengucapkan “selamat” kepada siapa saja, beliau mengingatkan agar umat Islam memahami dan menghayati maksudnya menurut al-Qur’an untuk menjaga kemurnian akidah. Beliau mengajak umat Islam agar pada suasana Natal mengenang dan menghayati ucapan Selamat Natal yang diucapkan Nabi Isa dan diabadikan al-Qur’an: “Salam sejahtera untukku pada hari kelahiranku, wafatku dan kebangkitanku kelak” (QS. 19:33). Selamat Natal yang dipahami dan dihayati menurut al-Qur’an adalah “Selamat Natal ala al-Qur’an.” Ucapan “Selamat Natal ala al-Qur’an” tentu saja tidak dilarang.

Pendapat Quraish Shihab ini tidak mudah dipahami. Beliau mengatakan bahwa mengucapkan dan membaca “Selamat Natal” tidak dilarang, dan mengucapkan “selamat” kepada siapa saja tidaklah keliru, tetapi ucapan “Selamat Natal” yang beliau maksud adalah ucapan Selamat Natal yang diucapkan Nabi Isa dan diabadikan al-Qur’an: “Salam sejahtera untukku pada hari kelahiranku, wafatku dan kebangkitanku kelak”(QS. Maryam : 33).

Apabila ini yang dimaksud dengan ucapan “Selamat Natal,” yang tidak dilarang adalah ucapan Nabi Isa: “Salam sejahtera untukku pada hari kelahiranku, wafatku dan kebangkitanku kelak” (Waal-salam ‘alayyayawma wulidtu waynwma amutu wayawma ub’atsu hayyan). Yang tidak dilarang adalah membaca ayat al-Qur’an ini (QS. Maryam : 33). Yang tidak dilarang bukanlah mengucapkan ucapan “Selamat Natal,” atau ucapan “Merry Christmas. “Tetapi, beliau mengatakan pula bahwa mengucapkan “selamat” kepada siapa saja tidaklah keliru. “Selamat” (dengan tanda petik) di sini dapat diartikan ucapan atau kata “selamat.” Apabila ini yang dimaksud “selamat” maka mengucapkan ucapan “Selamat Natal ” dan ucapan-ucapan lain yang menggunakan kata “selamat” (meskipun dalam bahasa-bahasa asing digunakan kata-kata yang berbeda), tidak dilarang.

Berkaitan dengan pendapat ini, sebuah pertanyaan akan muncul. Apakah yang tidak dilarang menurut pendapat ini adalah membaca ayat al- Qur’an (QS. Maryam:33) yang bermakna “Selamat Natal” atau mengucapkan (ucapan) “Selamat Natal” dengan memahami dan menghayati ayat al-Qur’an (QS. Maryam: 33) yang mengabadikan ucapan Nabi Isa? Jawaban yang paling tepat adalah: yang tidak dilarang menurut pendapat ini adalah mengucapkan ucapan “Selamat Natal” dengan memahami dan menghayati ayat al-Qur’an (QS. Maryam: 33) yang mengabadikan ucapan Nabi Isa.

Apakah orang-orang Muslim yang mengucapkan ucapan “Selamat Natal” memahami dan menghayati ucapan itu? Apabila tidak, mengucapkan ucapan “Selamat Natal” tidak dilarang. ; Apakah ucapan “Selamat Natal” bagi orang-orang Muslim tidak lebih dari sekedar ucapan selamat untuk pergaulan dan persaudaraan seperti “Selamat Pagi,” “Selamat Siang,” “Selamat Sore,” dan “Selamat Ulang Tahun,” tanpa dihayati? Apabila ya, mengucapkan ucapan “Selamat Natal” tidak dilarang. Apakah ucapan “Selamat Natal” membuat orang-orang Muslim yang mengucapkannya percaya pada ajaran Kristen tentang Isa al-Masih? Apabila tidak, mengucapkan ucapan “Selamat natal” tidak dilarang. Apakah ucapan “Selamat Natal” mendorong orang-orang Muslim yang mengucapkannya percaya bahwa Isa adalah Tuhan? Apabila tidak, mengucapkan ucapan “Selamat Natal” tidak dilarang.

Yang lebih utama adalah tujuan mengucapkan “Selamat Natal.” Bagi orang-orang Muslim, pada umumnya, tujuannya adalah untuk pergaulan, persaudaraan, dan persahabatan, Pergaulan, persaudaraan, dan persahabatan adalah kemaslahatan. Dengan tujuan kemaslahatan, dan tentu saja tanpa mengorbankan akidah, mengucapkan “Selamat Natal” tentu saja dibolehkan. Lagi pula, apabila ucapan “Selamat Natal” dapat disamakan dengan doa untuk orang-orang Kristen, ucapan ini dibolehkan sebagaimana berdoa untuk orang-orang non-Muslim, seperti akan diuraikan dalam pembahasan berikut ini, dibolehkan.

Di antara orang-orang Muslim di Indonesia, selain ada orang-orang yang mengucapkan “Selamat Natal” kepada saudara-saudara mereka yang Kristen, mungkin ada orang-orang yang mengucapkan “Selamat Hari Raya Nyepi” kepada saudara-saudara mereka yang beragama Hindu, mungkin ada orang-orang yang mengucapkan “Selamat Hari Raya Waisak” kepada saudarasaudara mereka yang Buddhis, dan mungkin ada orang-orang yang mengucapkan “Selamat Tahun Baru Imlek” kepada saudara-saudara mereka yang Khonghucu. Semua hari raya yang disebutkan ini telah menjadi hari-hari libur nasional di negeri ini.

Apakah ajaran Islam membolehkan para penganutnya mengucapkan selamat hari-hari raya ini? Hukum mengucapkan selamat hari-hari raya ini sama dengan hukum mengucapkan “Selamat Natal” karena Natal adalah juga hari raya keagamaan. Seperti dijelaskan di atas, hukum mengucapkan “Selamat Natal” adalah boleh. Maka hukum mengucapkan selamat hari-hari ini adalah boleh. Hal ini sejalan dengan penjelasan teologis terhadap agamaagama.