Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN)

SUDUT HUKUM | Upaya pembinaan ASN di Indonesia secara lebih terarah telah menjadi perhatian pemerintah sejak lama. Hal ini dapat dilihat dari telah direvisinya beberapa undang-undang yang mengatur pegawai negeri sipil selama ini. Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang dinilai sudah tidak mampu lagi mengakomodir perubahan-perubahan yang dibutuhkan pada masa itu, diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara mengatur kedudukan, kewajiban, hak dan pembinaan Pegawai Negeri yang dilaksanakan berdasarkan sistem karir dan sistem prestasi kerja.

Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 1 angka 21 adalah keseluruhan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian. Manajemen PNS ini diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna. Oleh karena itu, dibutuhkan PNS yang profesional, bertanggungjawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan system karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.

Lebih lanjut dalam Pasal 25 ayat (1) UU tersebut dijelaskan bahwa kebijaksanaan manajemen ASN mencakup penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya ASN, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan,pemberhentian, hak, kewajiban dan kedudukan hukum. Untuk mendukung implementasi UU tersebut di lapangan, telah diterbitkan sejumlah Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Dalam Negeri, Keputusan dan Surat Edaran Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Keputusan dan Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara,Keputusan dan Surat Edaran Kepala Lembaga Administrasi Negara dan lain-lain. Namun, kondisi empirik di lapangan menemui banyak kendala sehingga banyak dari aturan-aturan tersebut tidak dapat berjalan secara efektif. Kesulitan menerapkan peraturan perundang-undangan di lapangan sangat mempengaruhi upaya pengembangan ASN.

Sebagai contoh adalah Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Proses penilaian pekerjaaan Pegawai Negeri Sipil yang lebih dikenal dengan sebutan SKP (Sasaran Kerja PNS) sangatlah subyektif. Unsur–unsur yang dijadikan dasar penilaian sangat sumir apabila dikaitkan dengan pelaksanaan pekerjaaan secara nyata sehari-hari karena setiap unsur tersebut sangat sulit diukur keberhasilannya. Akibatnya, hasil penilaiannya tidak mampu membedakan antara PNS yang berkinerja baik dengan mereka yang berkinerja sebaliknya.

Sejumlah peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan tampak kurang sejalan dengan amanat peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.Misalnya tidak sinkronnya antara substansi Peraturan Pemerintah dengan UU. Disamping itu, belum terdapat suatu sistem manajemen ASN yang integrasi.Artinya, masing-masing sub sistem tidak saling mendukung dan dan tidak memiliki ikatan yang erat satu sama lain. Contohnya adalah bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 mengamanatkan pembinaan ASN didasarkan pada sistem prestasi kerja dan sistem karier.

Kenyataannya, pengukuran kinerja ASN yang sekarang digunakan tidak relevan lagi dan sistem karier PSN itu sendiri belum pernah terwujud. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 juga mengamanatkan untuk membentuk Komisi Kepegawaian Negara seperti ditegaskan adalam Pasal 13 ayat (3). Namun, hingga saat ini komisi tersebut belum terbentuk tanpa diketahui alasan yang jelas. Selanjutnya, terdapat sejumlah institusi yang secara bersamasama menangani kebijakan dan manajemen ASN tanpa ada kejelasan ruang lingkup kewenangan dan koordinasinya satu sama lain.

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 juga memiliki implikasi terhadap manajemen ASN secara nasional khususnya di daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, pengelolaan kepegawaian daerah sekurang-kurangnya, meliputi, perencanaan, persyaratan, pengangkatan, penempatan, pendidikan, pelatihan, penggajian, pemberhentian, pensiun, pembinaan, kedudukan, hak, kewajiban, tanggungjawab, larangan, sanksi, dan penghargaan. Pengelolaan kepegawaian daerah merupakan satu kesatuan jaringan birokrasi dalam kepegawaian nasional. Pasal 129 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 menyatakan bahwa pemerintah melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional. Pada ayat (2) dijelaskan bahwa manajemen pegawai negeri sipil daerah meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban, kedudukan hukum, pengembangan kompetensi dan pengendalian jumlah.