Pemilihan Umum

SUDUT HUKUM | Demokrasi, pada mulanya merupakan satu gagasan tentang pola kehidupan yang muncul sebagai reaksi terhadap kenyataan sosial politik yang tidak manusiawi di tengah-tengah masyarakat. Reaksi tersebut tentu datangnya dari orang-orang yang berpikir idealis dan bijaksana. Mereka terusik dan tergugah melihat adanya pengekangan dan pemerkosaan terhadap hak-hak asasi manusia.

Ada tiga nilai ideal yang mendukung demokrasi sebagai satu gagasan kehidupan yaitu kemerdekaan (freedom), persamaan (ekuality), dan keadilan (justice). Dalam kenyataan hidup, ide tersebut direalisasikan melalui perwujudan symbol-simbol dan hakekat dari nilai-nilai dasar demokrasi sungguh-sungguh mewakili atau diangkat dari kenyataan hidup yang sepadan dengan nilai-nilai itu sendiri. Sejalan dengan makin mendunianya demokrasi, pemikiran tentang demokrasi pun semakin berkembang. Tapi pada umumnya pemikiran itu berintikan tentang kekuasan dalam Negara. Dalam Negara demokrasi, rakyatlah yang memiliki dan mengendalikan kekuasan dan kekuasaan itu dijalankan demi kepentingan rakyat. Abraham Lincoln pernah mengatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Suatu pemerintahan itu dapat disebut demokratis apabila pemerintahan tersebut dapat memberikan kesempatan konstitusional yang teratur bagi persaingan damai untuk memperoleh kekuasaan politik untuk berbagai kelompok yang berbeda, tanpa menyisihkan bagian penting dari penduduk manapun dengan kekerasan.

Rezim-rezim demokratis dibedakan oleh kekerasan, legalitas, dan legitimasi berbagai organisasi dan himpunan yang relatif bebas dalam hubungannya dengan pemerintah dan dengan dirinya satu sama lain. Salah satu hal penting untuk memenuhi prasyarat tersebut diatas yaitu dengan melaksanakan pemilihan umum, karena tidak ada demokrasi tanpa diikuti pemilihan umum yang merupakan wujud yang paling nyata dari demokrasi.

Melihat struktur kepartaian yang demikian, konflik-konflik antara partai-partai politik di Indonesia pada dasarnya merupakan konflik antar sosial kultural berdasarkan perbedaan-perbedaan suku-bangsa, agama, daerah dan stratifikasi sosial. Tentu saja tidak dapat disangkal bahwa perilaku politik dari berbagai partai politik di Indonesia di dalam hubungannya satu sama lain jauh lebih kompleks daripada sekedar bersumber dari dalam perbedaan-perbedaan suku-bangsa, agama, daerah dan stratifikasi sosial. Kompleksitas itulah yang telah membuka kemungkinan membuka pola bagaimana cara melihat pola kepartaian dan perilaku politik yang diwujudkan oleh berbagai partai di Indonesia.

Herbert Feith menyatakan konflik-konflik politik di Indonesia sebagai konflik ideologi yang bersumber di dalam ketegangan-ketegangan yang terjadi antara pandangan dunia tradisional di satu pihak, dengan pandangan dunia modern di pihak lainya. Sementara itu Donald Hindley menyatakan keragaman pola kepartaian di Indonesia bersifat saling menyilang, yaitu golongan yang bersifat keagamaan di satu pihak dan penggolongan atas penganut pandangan dunia tradisional dan dunia modern di pihak lain.


Rujukan

  • Arbi Sanit, Perwakilan Politik Indonesia, (CV. Rajawali. Yogyakarta.1985)
  • Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia suatu pengantar. (Ghalia Indonesia. Jakarta, 1998).