Pengertian Fiqih

SUDUT HUKUM | Fiqh ialah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syari’at Islam yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci. Fiqh artinya faham atau tahu. Menurut istilah yang digunakan para ahli Fiqh (fuqaha). Fiqh itu ialah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syari’at Islam yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci.


Pengertian Fiqih


Menurut Hasan Ahmad Al-Khatib: Fiqhul Islami ialah sekumpulan hukum syara’, yang sudah dibukukan dalam berbagai madzhab, baik dari madzhab yang empat atau dari madzhab lainnya, dan yang dinukilkan dari fatwa-fatwa sahabat thabi’in, dari fuqaha yang tujuh di Makkah, di Madinah, di Syam, di Mesir, di Iraq, di Bashrah dan sebagainya. Fuqaha yang tujuh itu ialah Sa’id Musayyab, Abu Bakar bin Abdurrahman, ’Urwah bin Zubair, Sulaiman Yasar, Al-Qasim bin Muhammad, Charijah bin Zaid, dan Ubaidillah Abdillah.[1]


Baca Juga: Sejarah Fiqh Pada Masa Tabi’in Samapai Masa Umayyah


Dilihat dari segi ilmu pengetahuan yang berkembang dalam kalangan ulama Islam, fiqh itu ialah ilmu pengetahuan yang membicarakan atau membahas atau memuat hukum-hukum Islam yang bersumber pada Al-Qur’an, Sunnah dalil-dalil Syar’i yang lain; setelah diformulasikan oleh para ulama dengan mempergunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqh.

Dengan demikian berarti bahwa fiqh itu merupakan formulasi dari Al-Qur’an dan Sunnah yang berbentuk hukum amaliyah yang akan diamalkan oleh ummatnya. Hukum itu berbentuk amaliyah yang akan diamalkan oleh setiap muallaf (Muallaf artinya orang yang sudah dibebani atau diberi tanggungjawab melaksanakan ajaran syari’at Islam dengan tanda-tanda seperti baligh, berakal, sadar, sudah masuk Islam).[2]

Hukum yang diatur dalam fiqh Islam itu terdiri dari hukum wajib, sunah, mubah, makruh dan haram; disamping itu ada pula dalam bentuk yang lain seperti sah, batal, benar, salah, berpahala, berdosa dan sebagainya.[3]

Disamping hukum itu ditunjukan pula alat dan cara (melaksanakan suatu perbuatan dalam dalam menempuh garis lintas hidup yang tak dapat dipastikan oleh manusia liku dan panjangnya. Sebagai mahluk sosial dan budaya manusia hidup memerlukan hubungan, baik hubungan dengan dririnya sendiri ataupun dengan sesuatu di luar dirinya.[4]

Ilmu fiqh membicarakan hubungan itu yang meliputi kedudukannya, hukumnya, caranya, alatnya dan sebagainya. Hubungan-hubungan itu ialah:
  1. Hubungan manusia dengan Allah, Tuhannya dan para Rasulullah;
  2. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri;
  3. Hubungan manusia dengan keluarga dan tetangganya;
  4. Hubungan manusia dengan orang lain yang seagama dengan dia;
  5. Hubungan manusia dengan orang lain yang tidak seagama dengan dia;
  6. Hubungan manusia dengan makhluk hidup yang lain seperti binatang dan lainnya;
  7. Hubungan manusia dengan benda mati dan alam semesta;
  8. Hubungan manusia dengan masyarakat dan lingkungannya;
  9. Hubungan manusia dengan akal fikiran dan ilmu pengetahuan; dan
  10. Hubungan manusia dengan alam gaib seperti syetan, iblis, surga, neraka, alam barzakh, yaumil hisab dan sebagainya.
Hubungan-hubungan ini dibicarakan dalam fiqh melalui topik-topik bab permasalahan yang mencakup hampir seluruh kegiatan hidup perseorangan, dan masyarakat, baik masyarakat kecil seperti sepasang suami-isteri (keluarga), maupun masyarakat besar seperti negara dan hubungan internasional, sesuai dengan macam-macam hubungan tadi.

Meskipun ada perbedaan pendapat para ulama dalam menyusun urutan pembahasaan dalam membicarakan topik-topik tersebut, namun mereka tidak berbeda dalam menjadikan Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad sebagai sumber hukum.Walaupun dalam pengelompokkan materi pembicaraan mereka berbeda, namun mereka sama-sama mengambil dari sumber yang sama.

RUJUKAN

  1. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam: Hukum Fiqh Lengkap (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005), hlm. 11.
  2. Abdul Rokhim, Fiqih Kelas IV MI (Semarang: Wahana Dinamika Karya, 2004), hlm. 26.
  3. Sulaiman Rasjid, op. cit., hlm. 1.
  4. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 2.