Sejarah Kiblat

SUDUT HUKUM | Bangunan Ka’bah terletak di tanah Hijaz yang terletak di kota Makkah di bagian barat kerajaan Saudi Arabia. Dataran rendah di sekitar Makkah disebut Batha, di wilayah timur Masjidil Haram ialah daerah yang disebut perkampungan Ma’la, daerah di bagian barat daya masjid ialah Misfalah. Terdapat tiga pintu masuk utama ke kota Makkah yaitu Ma’la (disebut hujun, bukit di mana terdapat kuburan para sahabat dan syuhada), Misfalah, dan Syubaikah. Ketinggian kota Makkah kurang lebih 300 m di atas permukaan laut.[1]

Ka’bah memiliki sejarah panjang yang sekarang menjadi kiblat umat Islam di seluruh belahan Bumi. Dalam The Encyclopedia Of Religion dijelaskan bahwa bangunan Ka’bah ini merupakan bangunan yang dibuat dari batu-batu (granit) Makkah yang kemudian dibangun menjadi bangunan berbentuk kubus (cube-like building) dengan tinggi kurang lebih 16 meter, panjang 13 meter dan lebar 11 meter.[2] Batu-batu yang dijadikan bangunan Ka’bah saat itu diambil dari lima gunung, yakni: Hira’, Tsabir, Lebanon, Thur, dan Khair.[3]

Ka’bah dibangun setidaknya 12 kali sepanjang dalam sejarah. Diantara nama-nama yang membangun dan merenovasi kembali ialah, para malaikat, Nabi Adam a.s, Nabi Syits bin Adam a.s, Nabi Ibrahim a.s dan Nabi Ismail a.s, Al Amaliqah, Jurhum, Qushai ibn Kilab, Quraisy, Abdullah bin Zubair (tahun 65 H), Hujaj ibn Yusuf (tahun 74 H), Sultan Murad Al Usmani (tahun 1040 H), dan Raja Fahd ibn Abdul Aziz (tahun 1417 H).[4]

Rasulullah Muhammad saw mendapatkan perintah oleh Allah swt untuk memindahkan kiblat shalat dari Baitul Maqdis yang berada di Palestina ke Ka’bah yang berada di Masjidil Haram Makkah, terjadi pada tahun ke delapan Hijriyah yang bertepatan pada malam tanggal 15 Sya’ban (Nisfu Sya’ban).

Pada saat Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah Ka’bah menjadi kiblat shalat bagi kaum Muslimin, Rasulullah memindahkan kiblat shalat dari Ka’bah ke Baitul Maqdis yang dalam kesehariannya digunakan oleh kaum Yahudi sesuai dengan izin Allah untuk kiblat shalat mereka. Perpindahan tersebut dimaksudkan untuk menjinakkan hati orang-orang Yahudi dan untuk menarik mereka kepada syariat Al Quran dan agama yang baru yaitu agama tauhid.[5]

Muhammad saw setelah menghadap Baitul Maqdis selama 16-17 bulan, ternyata harapannya tidak terpenuhi. Orang-orang Yahudi di Madinah berpaling dan menolak dari ajakan beliau, bahkan mereka merintangi penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Nabi, mereka telah bersekongkol dan bersepakat untuk menyakitinya dengan menentang Nabi dan tetap berada pada kesesatan dan kemungkaran. Maka dari itulah Rasulullah saw berulang kali berdoa memohon petunjuk kepada Allah swt dengan menengadahkan tangannya ke langit mengharap agar kiblat untuk shalat dipindahkan dari Baitul Maqdis ke Ka’bah lagi.[6]


RUJUKAN

  1. Muhammad Ilyas Abdul Ghani, Sejarah Makkah Dulu dan Kini, Madinah: Al Rasheed Printers, 2004, hlm. 18
  2. Mircea Eliade (ed), The Encyclopedia Of Religion, Vol. 7, New York: Macmillan Publishing Company, t.t, hlm. 225.
  3. Tsabir berada di sebelah kiri jalan dari Makkah ke Mina, dari hadapan gunung Hira’ sampai dengan ujung Mina. Sedangkan Lebanan adalah dua gunung di dekat Makkah dan Thur Sinai berada di Mesir. Lihat, Muhammad Ilyas Abdul Ghani, op.cit, hlm. 52
  4. Ibid.
  5. Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Tafsir Ibnu Katsier, terj. Tafsir Ibnu Kasir, cet. 4, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1992, hlm. 260-261
  6. Haji Abdul Malik Abdulkarim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al Azhar, Jakarta: Pustaka panjimas, 1982, hlm. 9.