Teori Penegakan dan Kepastian Hukum

Teori Penegakan dan Kepastian Hukum – Kepastian hukum adalah kepastian mengenai hak dan kewajiban, mengenai apa yang menurut hukum boleh dan tidak boleh.
Menurut Apeldoorn, kepastian hukum mempunyai dua segi, yaitu :

  1. Soal dapat ditentukannya (bepaalbaarheid) hukum dalam hal – hal konkret, yakni pihak – pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui apakah yang menjadi hukumannya dalam hal yang khusus sebelum ia memulai perkara. Menururt Roscoe Pound ini merupakan segi predictability (kemungkinan meramalkan). Demikian jugamenurut algra et. Al, aspek penting dari kepastian hukum ialah bahwa putusan hakim itu dapatdiramalkan lebih dahulu.
  2. Kepastian hukum berarti keamanan hukum, artinya perlindungan bagi para pihak terhadap kesewenangan hakim. Kepastian hukum merupakan nilai lebih dari peraturan tertulis dari pada yang tidak tertulis.[1]
Validitas atau legitimasi dari hukum (legal validity) adalah teori yang mengajarkan bagaimana dan apa syarat – syaratnya agar suatu kaidah hukum menjadi legitimate dan sah (valid) berlakunya, sehingga dapat diberlakukan kepada masyarakat, bila perlu dengan upaya paksa, yakni suatu kaidah hukum yang memenuhi persyaratan – persyaratan sebagai berikut :[2]
  1. kaidah hukum tersebut haruslah dirumuskan ke dalam berbagai bentuk aturan formal, seperti dalam bentuk pasal – pasal dari Undang – Undang Dasar, Undang – Undang dan berbagai bentuk peraturan lainnya, aturan – aturan internasional seperti dalam bentuk traktat, konvensi, atau setidaknya dalam bentuk adat kebiasaan.
  2. Aturan formal tersebut harus dibuat secara sah, misalnya jika dalam bentuk undang – undang harus dibuat oleh parlemen (bersama dengan pemerintah).
  3. Secara hukum, aturan hukum tersebut tidak mungkin dibatalkan.
  4. Terhadap aturan formal tersebut tidak ada cacat – cacat yuridis lainnya. Misalnya tidak bertentangan dengann peraturan yang lebih tinggi.
  5. Kaidah hukum tersebut harus dapat diterapkan oleh badan – badan penerap hukum, seperti pengadilan, kepolisian, kejaksaan.
  6. Kaidah hukum tersebut harus dapat diterima dan dipatuhi oleh masyarakat.
  7. Kaidah hukum tersebut haruslah sesuai dengan jiwa bangsa yang bersangkutan.
Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai – nilai yang terjabarkan di dalam kaidah – kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.[3] Dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum yang dimaksud adalah suatu kegiatan mengimplementasikan serta penyerasian antara suatu pengaturan dan tindakan.


Hukum terdiri dari hukum yang mengatur dan hukum yang memaksa. Hukum yang mengatur (regeld) adalah hukum yang dapat dijadikan acuan oleh para pihak dalam melakukan hubungan hukum. Artinya jika para pihak tidak membuat ketentuan lain maka hukum yang mengatur tersebut akan menjadi memaksa dan wajib diikuti dan ditaati oleh para pihak, tetapi manakala para pihak menentukan lain maka isi perjanjian itulah yang menjadi pedoman hukum yang wajib ditaati. Kemudian yang dimaksud dengan hukum memaksa (dwingen/imperatif) adalah suatu peraturan hukum yang tidak boleh dikesampingkan oleh para pihak dalam membuat perjanjian, atau undang – undang tidak memberikan peluang kepada siapa saja untuk menafsirkan lain selain mengikuti aturan hukum yang tertulis dengan jelas di dalam teks yang ada.[4]


Lemah kuatnya penegakan hukum oleh aparat penegak hukum akan menentukan persepsi ada tidaknya hukum. Penegakan hukum merupakan faktor penting dalam penegakan hukum di Indonesia. Tanpa penegakan hukum yang kuat hukum tidak akan di presepsikan sebagai ada oleh masyarakat. Bila dikaitkan dengan pembangunan ekonomi tanpa penegakan hukum, hukum dan institusinya tidak akan dapat menjamin pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.


Penegakan hukum bukan semata – mata pelaksanaan suatu perundang – undangan. Masalah pokok penegak hukum sebenarnya terletak pada faktor – faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor – faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada faktor tersebut. Faktor – faktor tersebut adalah sebagi berikut:[5]

  • Faktor hukum sendiri

Faktor hukum itu sendiri dalam pembahasan ini dibatasi dalam lingkup Undang – Undang Saja. Mengenai berlakunya Undang – Undang terdapat beberapa asas yang tujuannya adalah agar Undang – Undang tersebut mempunyai dampak yang positif. Berarti bahwa supaya Undang – Undang mencapainya sehingga efektif begitu juga dengan dibuatnya Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan mempunyai suatu tujuan. Tujuan utamanya ialah untuk memajukan kesejahteraan umum melalui pelaksanaan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Dalam perspektif tersebut perdagangan nasional Indonesia mencerminkan suatu rangkaian aktifitas perekonomian yang dilaksanakan untuk mewujukan kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia.


Satjipto Rahardjo berependapat bahwa asas hukum merupakan unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum, asas hukum adalah jantungnya peraturan hukum karna ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum.[6]


Asas – asas dalam Perundang – Undangan sebagaimana tersebut diatas adalah sebagai berikut:[7]

  1. Undang – Undang tidak berlaku surut.
  2. Undang – Undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.
  3. Undang – Undang yang bersifat khusus mengenyampingkan Undang – Undang yang bersifat umum.
  4. Undang – Undang yang berlaku belakangan membatalkan Undang – Undang yang berlaku terdahulu.
  5. Undang – Undang yang tidak dapat diganggu gugat.
  6. Undang – Undang merupakan suatu sarana untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan materil bagi masyarkat maupun pribadi, melalui pelestarian ataupun pembaharuan.

  • Faktor penegak hukum.
Faktor penegak hukum dalam pembahasan ini yakni pihak – pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum. Ruang lingkup dari istilah penegak hukum dibatasi pada kalangan yang secara langsung berkecipung dalam bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan tetapi juga peace maintenance.

  • Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar, sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup Sumber Daya Manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup.

  • Faktor masyarakat.
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu dipandang dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut.

  • Faktor kebudayaan
Faktor kebudayaan yang sebenarnya bersatu padu dengan faktor masyarakat namun dibedakan karena di dalam faktor kebudayaan diketengahkan masalah sistim nilai – nilai yang menjadi inti dari kebudyaan spiritual atau non materil.

Kelima faktor yang telah disebutkan kesemuanya mempunyai pengaruh terhadap penegakan hukum, pengaruhnya bisa dalam artian positif dan mungkin juga negatif.


RUJUKAN

[1] Donald Albert Rumokoy Dan Frans Maramis, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, Hlm. 140-141

[2] Munir Fuadi, Teori – Teori Besar Dalam Hukum (Grand Theory), Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2013, Hlm. 109

[3] Ishaq, Dasar – Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, Hlm 244

[4] Zaenal Asikin, Pengantar Ilmu Hukum, Pt Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, Hlm 141 – 142

[5] Ibid hlm 8

[6] Zaeni Asyhadie Dan Arief Rahman, Pengantar Ilmu Hukum, Pt Raja Grafindo Persada, Depok, 2013, Hlm 136

[7] Ibid hlm 10-13.