Pendapat Ahli Hukum tentang Penyadapan Informasi Elektronik

Para ahli hukum juga berpendapat mengenai tindak pidana penyadapan informasi elektronik, Interception berasal dari kata intercept yang dalam bahasa indonesia dapat diartikan sebagai tindakan penyadapan. Dalam Oxford Dictionary¸ intercept didefinisikan to cut off from access or communication (penyadapan sebagai alat untuk memotong atau memutus akses atau memotong atau memutus komunikasi).[1]

Pendapat Ahli Hukum tentang Penyadapan Informasi Elektronik



Di sisi lain, Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa, interception atau dalam bahasa indonesia dapat diterjemahkan sebagai intersepsi atau penyadapan adalah tindakan mendengarkan, merekam, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggukan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel.[2]

Sedangkan menurut Black‟s Law Dictionary, untuk menggambarkan tindakan penyadapan tidak menggunakan istilah intercept melaikan menggunakan istilah wiretapping yang diartikan sama dengan penyadapan. Menurut Black‟s Law Dictionary, “Wiretapping, A from of electronic equesdropping, where, upon court order, enforcement officials surreptitiously, listen to phone calls” (penyadapan adalah suatu bentuk dari cara menguping secara elektronik, dimana tindakan ini dilakukan berdasarkan perintah pengadilan, yang dilakukan secara rahasia dan dilakukan secara resmi, dengan cara mendengarkan pembicaraan telepon).[3]

Berdasarkan beberapa hal diatas, dapat dilihat bahwa wiretapping atau penyadapan atau dalam istilah lain digambarkan dengan istilah intercept memiliki persamaan atau pengertian yang serupa dengan istilah eavesdropping. Adapun yang dimaksud dengan eavesdropping menurut Black‟s Law Dictionary adalah: “Eavesdropping is knowingly an without lawful authority” (menguping adalah dengan sengaja mengetahui sesuatu dan dilakukan tanpa hak yang sah).[4]

Pendapat dari ahli hukum lain mengenai penyadapan informasi elektronik yaitu dari Mohammad Fajrul Falaakh yang menyatakan bahwa, penyadapan dilarang pada ayat (1) dan ayat (2) Pasal 31 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang telah dijelaskan diatas, yaitu sebagai bagian dari larangan pada keseluruhan Bab VII Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, tetapi rumusan ayat (3) jadi “membingungkan”. Ayat (3) itu “tidak selesai” sebagai suatu kalimat karena tidak memiliki keterangan. Mungkin dapat dibenarkan untuk menduga, bahwa ayat (3) itu bermaksud mengecualikan Intersepsi dari pelarangan oleh Bab VII.

Menurut Mohammad Fajrul, andaikata maksud Pasal 31 ayat (3) itu adalah membolehkan “intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau intuisi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang” maka pengecualian terhadap larangan penyadapan seperti ini juga mengandung bahaya.[5]

RUJUKAN
[1] http://www.thefreedictionary.com/intercept. (Diakses tanggal 21 November 2017, pukul 08:10 wib).
[2] Kristian dan Yopi Gunawan, Sekelumit penyadapan dalam hukum positif indonesia, (Jakarta: Nuansa aulia 2013), hlm. 184.
[3] Henry Campbell Black, M.A, 1996, Black‟s Law Dictionary With Pronounciations, Abridged Fifth Editio, ST Paul, Minn: West Publishing Co, Page 852.
[4] Ibid. hlm. 185.
[5] Puteri Hikmawati, Penyadapan dalam Hukum di Indonesia, (Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika, 2015), hlm. 24.